"الله جميل يحبّ الجمال"

Allah Itu Indah, Mencintai Keindahan

Selasa, 20 Juli 2010

Pembentukan Akhlak Dan Yang Mempengaruhi Akhlak

Pembentukan Akhlak Dan Yang Mempengaruhi Akhlak

BAB I

PENDAHULAUN

Sebagai umat manusia kita harus senantiasa taat menjalankan perintahnya agama, yaitu dengan menjalankan segala perintah Allah, serta meninggalkan apa-apa yang dilarang olehnya[1]; di abad 21 ini, mungkin banyak diantara kita yang masih berkurang memperhatikan dan mempelajari akhlak. Yang perlu diingat, bahwa Tauhid sebagai inti ajaran Islam yang memang seharusnya kita utamakan,disamping mempelajari akhlak. Karena tauhid merupakan realisasi akhlak seorang hamba terhadap Allah, seseorang yang bertauhid dan baik akhlaknya berarti ia adalah sebaik-baiknya manusia.

Namun, pada pernyataannya dilapangan. Usaha-usaha pembinaan akhlak melalui berbagai lembaga pendidikan dan melalui berbagai macam metode terus dikembangkan. Ini menunjukkan bahwa akhlak perlu dibina. Dri pembinaan tersebut akan terbentuk pribadi-pribadi muslim yang berakhlak mulia, taat kepada Allah dan rasul-Nya hormat kepada ibu bapak dan sayang kepada sesama mahluk ciptaan Allah.

Dengan demikian pembentukan akhlak dapat diartikan sebagai usaha-usaha sungguh-sungguh dalam rangka membentuk akhlak anak, dengan menggunakan sarana pendidikan dan pembinaan yang terprogram dengan baik dan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan konsisten[2]

BAB II

PEMBAHASAN

Pembentukan Akhlak Dan Yang Mempengaruhi Akhlak

A. Definisi

Ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk mendefinisikan akhlak, yaitu pendekatan linguistik (kebahasaan), pendekatan terminologik (peristilahan).

Dari sudut pembahasan, akhlak berasal dari bahasa Arab, jamak dari khuluqun خُلُقٌ yang menurut bahasa berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat[3]. Kata tersebut mengandung segi-segi persesuaian dengan perkataan khalaqun خَلْقٌ yang berarti kejadian, yang juga erat hubungannya dengan خَالِقٌ yang berarti pencipta, demikian pula dengan makhluqun مَخْلُوْقٌ yang berani yang diciptakan.

Ibnu Athir menjelaskan bahwa:

Hakikat makna khuluq itu, adalah gambaran batin manusia yang tepat (yaitu jiwa dan sifat-sifatnya), sedang khalqi merupakan gambaran bentuk luarnya (raut muka, warna kulit, tinggi rendahnyaaa tubuh dan lain sebagainya).

Imam al-Ghazali mengemukakan definisi akhlak sebagai berikut:

Akhlak ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang dari padanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak memerlukan pertimbangan pikiran (lebih dahulu).

Dr. M. Abdulah Dirroz[4], mengemukakan definisi akhlak sebagai berikut:

Akhlak adalah sesuatu kekuatan dalam kehendak yang mantap, kekuatan dan kehendak mana berkombinasi mambawa kecendrungan pada pemilihan pihak yang benar (dalam hal akhlak yang baik) atau pihak yang jahat (dalam hal akhlak yang jahat).

Dari beberapa pengertian tersebut di atas, dapatlah dimengerti bahwa akhlak adalah tabiat atau sifat seseorang, yakni keadaan jiwa yang terlatih, sehingga dalam jiwa tersebut benar-benar telah melekat sifat-sifat yang melahirkan perbuatan-perbuatan dengan mudah dan spontan tanpa dipikirkan dan diangan-angankan lagi.

B. Pembentukan Akhlak

Pembentukan akhlak ini dilakukan berdasarkan asumsi bahwa akhlak adalah hasil usaha pendidikan, latihan, usaha keras dan pembinaan (muktasabah), bukan terjadi dengan sendirinya. Potensi rohaniah yang ada dalam diri manusia termasuk di dalamnya akal, nafsu amarah, nafsu syahwat, fitrah, kata hati, hati nurani, dan intuisi dibina secara optimal dengan cara dan pendekatan yang tepat.

Akan tetapi, menurut sebagian ahli bahwa akhlak tidak perlu dibentuk karena akhlak adalah insting (garizah)[5] yang dibawa manusia sejak lahir. Bagi golongan ini cendrung kepada perbaikan atau fitrah yang ada dalam diri manusia dan dapat juga berupa kata hati atau intuisi yang selalu cendrung pada kebenaran. Dengan pandangan seperti ini maka akhlak akan tumbuh dengan sendirinya, walaupun tanpa bentuk atau diusahakan (ghair muktasabah). Kelompok ini lebih lanjut menduga bahwa akhlak adalah gambaran batin ini tidak akan sanggup mengubah perbuatan batin.

C. Aspek-Aspek Yang Mempengaruhi Pembentukan Akhlak

Setiap perilaku manusia didasarkan atas kehendak. Apa yang dilakukan manusia timbul dari kejiwaan. Walaupun pancaindra kesulitan melihat pada dasar kejiwaan, namun dapat dilihat dari wujud kelakuan. Maka setiap kelakuan pasti bersumber dari kejiwaan.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi akhlak pada khususnya dan pendidikan pada umunya, ada tiga aliran yaitu:

1) Aliran Nativisme

Menurut aliran ini faktor yang paling berpengaruhi terhadap diri seseorang adalah faktor bawaan dari dalam yang bentuknya dapat berupa kecendrungan, bakat, dan akal. Jika seorang telah memiliki bawaan kepada yang baik maka dengan sendirinya orang tersebut lebih baik. Aliran ini begitu yakin terhadap potensi batin dan tampak kurang menghargai peranan pembinaan dan pendidikan.

2) Aliran Empirisme

Menurut aliran ini faktor yang paling berpengaruhi terhadap pembentukan diri seorang adalah faktor dari luar, yaitu lingkugan sosial[6]; termasuk pembinaan dan pendidikan yang diberikan. Jika penddidikan dan pembinaan yang diberikan kepada anak itu baik, maka baiklah anak. Demikian jika sebaliknya. Aliran ini begitu percaya kepada peranan yang dilakukan oleh dunia pendidikan dan penjajahan.

3) Aliran Konvergensi

Menurut aliran ini faktor yang paling mempengaruhi pembentukan akhlak yakni faktor internal (pembawaan) dan faktor dari luar (lingkungan sosial). Fitrah dan kecendrungan ke arah yang lebih baik yang dibina secara intensif secara metode.

Aliran ini sesuai dengan ajaran Islam. Hal ini dapat dipahami dari ayat dan hadits di bawah ini.

ª!$#ur Nä3y_t÷zr& .`ÏiB ÈbqäÜç/ öNä3ÏF»yg¨Bé& Ÿw šcqßJn=÷ès? $\«øx© Ÿ@yèy_ur ãNä3s9 yìôJ¡¡9$# t»|Áö/F{$#ur noyÏ«øùF{$#ur öNä3ª=yès9 šcrãä3ô±s? ÇÐÑÈ

Artinya: Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.

كل مولود يولد على الفطرة فأبواه يهوّدانه او ينصّرانه او يمجّسانه (رواه البخاري)

Artinya: setiap anak yang dilahirkan dalam keadaan (membawa) fitrah (rasa ketuhanan dan kecendrungan kepada kebenaran). Maka kedua orang tuanya yang membentuk anak itu menjadi yahudi, Nasrani, atau majusi. (HR. Bukhori)[7].

Dari ayat dan hadits tersebut di atas menunjukkan dengan jelas bahwa pelaksana utama dalam pendidikan adalah kedau orang tua.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

a. Akhlak adalah tabiat atu sifat seseorang, yakni keadaan jiwa yang telah terlatih, sehingga dalam jiwa tersebut benar-benar telah melekat sifat-sifat yang mealahirkan perbuatan-perbuatan dengan mudah dan spontan tanpa dipikirkan dan diangan-angan lagi.

b. Menurut cara pembentukannya, akhlak dibedakan menjadi dua cara yaitu:

1. Insting yang dibawa manusia sejak lahir tanpa dibentuk atau usahakan (ghair muktasabah)

2. Hasil usaha dari pendidikan, latihan pembinaan, perjuangan keras dan sungguh-sungguh (muktasabah)

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlak pada khususnya dan pendidikan pada umumnya, ada tiga aliran yaitu:

- Aliran Nativisme (Internal)

- Aliran Imprisme (Eksternal)

- Aliran Konvergensi (Internal dan ekstenal)

B. Saran

Akhlak merupakan suatu nilai baik-buruknya perilaku kita maka seharusnya kita menjunjung tinggi aklak-akhlak yang telah diajarkan oleh Nabi besar Muhammad SAW karena sekarang ini banyak orang-orang yang sudah menyimpang dari ajaran beliau.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ahmad, Imam S, Tuntunan Akhlaqul Karimah (Jakarta: LEKDIS, 2005)

2. Moh. Amin, Drs. Pengantar Ilmu Akhlaq (Surabaya: EXPRESS, 1987)

3. Mustofa. A. Drs. H. Akhlak Tasawuf (Bandung CV. Pustaka Setia, 1999)

4. Nata. MA, Abuddin, Prof. Dr. H, Akhlak Tasawuf (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada)



[1] Imam S. Ahmad, Tuntunan Akhlaqul Karimah (Jakarta: Lekdis, 2005). Hal.5.

[2] Prof. Dr.H. Abuddin Nata, M.A. Akhlak Tasawuf. (Jakarta, PT.Raja Garfindo Persada.2000) hal. 158

[3] Drs. Moh. Amin, Pengantar Ilmu Akhlak, (Surabaya "EXPRES". 1987) hal. 7-8

[4] Drs. H.A. Mustofa, Akhlak Tasawuf, (Bandung, CV. Pustaka Setia.1999) hal. 12-14

[5] Drs. H. A. Mustofa, Akhlak Tasawuf, Bandung CV. Pustaka Setia. 1999. Hal 82-87

[6] Drs. H. A. Mustofa, Akhlak Tasawuf, Bandung CV. Pustaka Setia. 1999. Hal 91-95

[7] Prof. Dr.H. Abuddin Nata, M.A. Akhlak Tasawuf. (Jakarta, PT.Raja Garfindo Persada.2000) hal. 169

2 komentar:

mohon ... klo udah baca posting kami, jangan lupaaaaaaaaaaaa kasi komentar yaaa .... n saran konstruktif ....................


thanks yaa atas komentar kaliaaannnnnnnnnnnnnnn !!!!!