"الله جميل يحبّ الجمال"

Allah Itu Indah, Mencintai Keindahan

Sabtu, 20 Juni 2009

PENDIDIKAN

PENDIDIKAN
BAB I
PENDAHULUAN

A. Pengertian 

Ilmu dalam bahasa arab, berasal dari kata kerja ‘alima yang berarti pengetahuan. Jadi ilmu itu adalah Masdar atau kata benda abstrak yang berarti pengetahuan. Kalau dilanjutkan lagi ia menjadi ‘alim yaitu orang yang tahu atau subjek, sedang yang menjadi objek ilmu disebut ma’lum atau yang diketahui. Dalam prosese perkembangan sejarahnya, ilmu lalu dipakai dalam dua hal yaitu: sebagai Masdar atau proses pencapaian ilmu dan sebagai objek ilmu (ma’lum). Dalam tulisan ini kita gunakan ilmu dengan dua pengertian itu, yaitu ilmu sebagai proses dan ilmu sebagai objek. 
Klasifikasi ilmu yang dibuat dalam konferensi Mekah meliputi kategori sebagai berikut:
a. Ilmu abadi (parennial knowladge) yang berdasarkan pada wahyu ilahi yang tertera dalam al-qur’an dan hadits dan segala diambil dri keduanya dengan menekankan bahasa arab sebagai anak suci untuk memahami keduanya.
b. Ilmu dicari (aquired knowledge), termasuk sains kealaman, dan terapan yang dapat berkembang secara kuantitatif dan pengandaannya, variasi terbatas dan pinjaman antara budaya selama tidak bertentangan deng syari’ah sebagai sumber nilai. Harus ada pengetahuan tersyang diambil dari keduanya dengan penekenan utama pada yang pertama, terutama syari’ah yang diwajibkan kepada semua orang-orang islam pada semua tingkat sistem pendidikan dari yang paling tinggi sampai yang paling rendah, yang lulus sesuai dengan taraf tingkat. Ini dan kewajiban belajar bahasa arab haruslah menjadi bagian utama kurikulum teras. Hanya dua inilah yang dapat memelihara peradaban islam dan menjaga identitas kaum muslim .
Ilmu pengetahuan suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematik dan mempunyai metode-metode tertentu yang bersifat ilmiah. Ada lagi yang mengemukakan ilmu adalah suatu uraian yang tersusun dengan lengkap tentang salah satu dari keberadaan. Uraian tersebut adalah tentang segi-segi dari keberadaan tertentu. Segi-segi itu saling berkaitan, mempunyai hubungan sebab akibat, tersusun logis dan diperoleh melalui cara atau metode tertentu.

B. Pengertian Pendidikan 

Pendidikan berasal dari kata “pedagogi” yang berarti pendidikan dan kata “pedagogia” yang berarti ilmu pendidikan yang berasal dari bahasa Yunani. Pedagogia terdiri dari dua kata yaitu “paedos” dan “agoge” yang berarti “saya membimbing, memimpin anak”. Dari pengertian ini pendidikan anak menuju ke pertumbuhan dan perkembangan secara optimal agar dapat berdiri sendiri dan bertanggung jawab.
Banyak rumusan pendidikan yang dukemukakan oleh para ahli, diantaranya:
a. John Dewey, pendidikan merupakan suatu proses pembentukan kecakapan mendasar secara intelektual dan emosional sesama manusia.
b. Jj. Rouseam, pendidikan merupakan pemberian bekal kepada kita apa yang tidak kita butuhkan pada masa kanak-kanak, akan tetapi kita butuhkan pada saar dewasa.
c. Ki Hajar Dewantara, pendidikan merupakan menuntun segala kodrat yang terdapat dalam diri anak sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat agar dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.
Dari pemdapat diatas maka dapat disimpilkan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar oleh orang dewasa/pendidik untuk membawa anak / peserta didik menuju kedewasaan melalui proses bimbingan yang dilakukan secara teratur dan sistematis.
Sebenarnya dalam perndidikan Islam Allah telah menurunkan petunjuk-petunjuk guna menjaga dan mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan sosial budaya tersebut, agar tidak menyimpang dari tujuan penciptaan alam dan manusia itu sendiri.
Allah menyampaikan petunjuk kepada manusia melalui rasul-rasul Allah, pada masa dan kondisi dimana manusia dan perkembangan budayanya membutuhkan.
Rasul-rasul tersebut, diutus oleh Allah bukan hanya untuk menyampaikan ajaran-ajaran agama (mengembankan al-asma al-husna) saja, tetapi untuk mengembangkan sosial budaya manusia dan sekaligus membudayakan alam. Kisah Rasul-rasul, sebagaimana yang tertulis dalam Al-qur’an, telah menunjukkan bahwa mrekalah pada hakikatnya merupakan tonggak penegak dari pertumbuhan dan perkembangan sosial budaya manusia dan pembudayaan alam.
Sebagaimana dikemukakan diatas,nyatalah kiranya bahwa pendidikan yang diberikan oleh Allah kepada umat manusia melalui rasul-rasul-Nya, terintegrasi dalam dan berproses bersama dengan pertumbuhan dan perkembangan budaya umat manusia. Mengingat bahwa Rasul-rasul tersebut fungsinya adalah menyampaikan ajaran-ajaran Islam, maka berarti rasu-rasul tersebut sebagai pelaksana pendidikan Islam secara umum. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pendidikan Islam, tidak lain adalah proses pewarisan dan perkembangan budaya umat manusia dibawah sinar dan bimbingan ajaran Islam. Dan ciri yang membedakan anatara pendidikan islam dan yang bukan pendidikan islam, adalah pada pengguanaan ajaran islam sebagai pedoman dalam proses pewarisan dan pengembangan budaya umat islam tersebut.
Kalau demikian, kapan pendidikan islam itu mulai ada? Karena manusia pertama yang menjadi rasul Allah yang pertama adalah Adam, maka berarti bahwa pendidikan islam mulai sejak Adam (manusia manusia pertama) tersebut memberikan warisan budaya (pendidikan) kepada anak-anaknya.
Namun demikian, telah diketahui bahwa Allah menurunkan ajaran islam kepada umat manusia tersebut melalaui proses yang panjang, melalui serangkaian urutan-urutan. Seorang rasul diutus oleh Allah pada hakikatnya adalah untuk menyempurnakan dan meluruskan kemnali ajaran islam yang telah diselewengkan atau sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan perkembangan budaya manusia. Seorang rasul yang diutus kemudian, berfungsi menyempurnakan dan meluruskan ajaran islam yang dibawa oleh rasul sebelumnya. Dan rangkaian penyempurnaan ajaran islam tersebut menjadi sempurna dengan diutusnya muhammad sebagai rasul terakhir, dan ajaran islam terabadikan dalam kitab suci Al-Qur’an yang disampaikan oleh muhammad SAW. Jadi islam dalam artinya yang sudah sempurna dam lengkap, adalah identik degan ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad yang terkmaktub dalam Al-qur’an dalam pelaksanaannya dicontohkan oleh Nabi Muhammad selama hidupnya. Inilah pengertian islam yang dikenal secara umum, dan dalam pengertian islam yang demikianlah pengertian pendidikan islam diberi batasan.
Jadi pendidikan islam yang dimaksudkan dalam pembahasan ini selanjutnya adalah “proses pewarisan dan pengembangan budaya manusia yang bersumber dan berpedomankan ajaran islam sebagaiaman termaktub dalam Al-qur’an dan terjabar dalam Sunna rasul ”, dan bermula sejak Nabu Muhammad menyampaikan (membudayakan) ajaran tersebut kepada (ke dalam budaya) ummatnya.

C. Pengertian Islam

Dari segi kebahasaan islam berasal dari bahasa ara yaitu dari kata salima yang mengandung arti selamat, sentosa dan damai. Dari kata salima selanjutnya diubah menjadi bentuk Aslama yang berarti berserah diri masuk kedalam kedamaian. 
Senada dengan pendapat diatas, sumber lain mengatakan bahwa islam berasal dari bahasa arab, terambil dari kata salima yang berarti selamat sentosa, dan berarti pula menyerahkan diri, tunduk dan taat. Kata aslama itulah yang menjadi kata islam yang mengandung arti, segala arti yang terkandung dalam arti pokoknya. Oleh sebab itu orang yang berserah diri, patuh dan taat disebut sebagai orang muslim. Orang yang demikian berarti telah menyatakan dirinya taat, menyerahkan diri dan patuh kepada Allah. Orang terseut selanjutnya akan dijamin keselamatannya didunia dan akhirat. 
Dari pengrtian kebahasaan ini, kata islam dekat dengan arti kata agama yang berarti mengusai, berpendapat bahwa sikap pasrah kepada tuhan adalah hamba-Nya, tetapi ia diajarkan oleh-Nya dengan disangkutkan kepada alam manusia itu sendiri, dengan kata lain ia diajarkan sebagai pemenuhan alam manusia, sehingga pertumbuhan oerwujudan pada manusia selalu bersifat dari dalam, tidak tumbuh, apalagi dipaksakan dari luar,karena cara yang demikian menyebabkan islam tidak otentik, karena kehilangan demensinya yang paling mendasar dan mendalam, yaitu kemurnian dan keikhlasan. 
Pengertian islam demikian itu, menurut Maulana Muhammad Ali dapat dipahami dari firman Allah yang terdapat pada ayat 202 surat Al-Baqarah yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman,masuklah kamu kedalam islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turuti langkah-langkah syietan, sesungguhnya syeitan adalah musuh yang nyata bagimu”. Danjuga dapat dipahami dari ayat 61 surat Al-Anfal yang artinya : Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepa-Nya dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya dialah tuhan yang maha mendengar lagi maha mengetahui.
Dari uraian tersebut diatas, kita sampai pada satu kesimpulan bahwa kata islam dari segi mencari keselamatan dan kebahagiaan hidup diri sendiri, bukan paksaan atau pura-pura , melainkan sebagai panggilan dari fitrah dirinya sebagai makhluk yang sejak dalam kandungan sudah menyatakan patuh dan tunduk kepada tuhan.
 

BAB II
TUGAS DAN FUNGSI ILMU PENDIDIKAN


A. Tugas Ilmu Pendidikan Islam 

Pada hakekatnya pendidikan islam merupakan suatu proses yanng berlangsung secara continue dan berkesinambungan, berdasarkan hal ini maka tugas dan fungsi yang perlu diemban oleh pendidikan islam adalah pendidikan manusia seutuhnya dan berlangsung sepanjang hayat. Konsep ini bermakna bahwa tugas dan fungsi pendidikan islam adalah pendidikan memiliki sasaran pasa peserta didik yang senantiasa tumbuh dan berkembang secara dinamis, dari kandungan sampai akhir hayat.
secara umum tugas pendidikan umum tugas pendidikan islam adalah membimbing dan mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan peserta didik dari tahap ke tahap kehidupannya smapai mencapai titik kemampuan optima. Sementara fungsinya adalah menyediakan fasilitas yang dapat memungkinkan tugas pendidikan berjalan dengan lancar.
telaah liter diatas dapat dipahami bahwa tugas pendidikan islam 
–setidaknya- dapat dilihat dari tiga pendekatan. ketiga pendekatan tersebut adalah:
a. Pendidikan islam sebagai pengembangan potensi
b. Proses pewarisan budaya
c. Serta interaksi antara potensi dan budaya
Sebagai pengembangan potensi tugas pendidikan islam menemukan dan mengembangkan kemampuan dasar yang dimiliki peserta didik sehingga dapat diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Sementara sebagai pewarisan budaya, tugas pendidikan islam adalah alat transmisi unsur-unsur pokok budaya dari satu generasi ke generasi berikutnya. Sehingga identitas umat tetap terpelihara dan terjamin dalam tantangan zaman. Adapun sebagai interaksi antar potensi dan budaya tugas pendidikan islam adalah sebagai proses transaksi (memberi dan mengadopsi) antara manusia dan lingkungannya. Dengan proses ini, peserta didik (manusia) akan dapat menciptakan dan mengembangkan keterampilan-keterampilan yang diperlukan untuk mengubah atau memperbaiki kondisi-kondisi kemanusiaan dan lingkungannya.
B. Fungsi Ilmu Pendidikan Islam 
Bila dilihat secara operasional, fungsi pendidikan dapat dilihat dari dua bentuk: 
1. Alat untuk memlihara,memperluas dan memperhubungkan tingkat-tingkat kebudayaan, nilai-nilai tradisi dan sosial serta ide-ide masyarakat dan nasional. 
2. Alat untuk mengadakan perubahan, inovasi dan perkembangan. Pada garis besarnya, upaya ini dilakukan melalui potensi ilmu pengetahuan dan skill yang dimiliki serta memilih tenaga manusia (peserta didik) yang produktif dalam menemukan pertimbangan peruabahan sosial dan ekonomi yanng demikian dinamis. 
Dalam buku lain disebutkan bahwa pendidikan islam mencakup aspek-aspek :
1. Pendidikan keagamaan.
2. Pendidikan aqliyah dan ilmiyah. 
3. Pendidikan jasmaniyah. 
Aspek-aspek ini berperan dalam membimbing pengembangan potensi-portensi yang dimiliki manusia, yang meliputi:
a. Pengembangan kognitif, yaitu kemampuan intelektual yang terus dikembangkan melalui pendidikan islam.
b. Pengembangan aktif, adalah kekhususan mengembangkan akal melalui pengtahuan dan pemahaman terhadap kenyataan dan kebenaran, manusia harus mengalami proses pengembangan perasaan dan penghayatan agar menjadi lebih luas.
c. Pengembangan psikomotorik, ialah ilmu pengetahuan termanifestasi dalam akhlak dan amal shaleh.
Dari ketiga aspek tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan islam berfungsi untuk mengembanngkan kemampuan intelektual dan mempebaiki akhlak. 
sedangkan fungsi ilmu menurut Al-Ghazali adalah sebagai berikut : 
1. Mendekatkan diri kepada Allah yang wujudnya adalah kemampuan dan kesadaran diri melaksanakan ibadah.
2. Menggali dan mengembangkan potensi atas fitrah manusia.
3. Mewujudkan profesionalitas manusia untuk mengemban tugas keduniaan dengan sebaik-baiknya.
4. Membentuk manusia yang berakhlak mulia, suci jiwanya dari kerendahan budi dan sifat tercela.
5. Mengembangkan sifat-sifat menusia yang utama sehingga menjadi menusia yang manusiawi.
Ilmu pendidikan islam memiliki arti dan peranan penting dalam kehidupan. hal tersebut disebabkan ilmu islam memiliki fungsi sebagai berikut:
1. Ia melakukan terhadap teori-teori kependidikan islam yang merangkum aspirasi atau cita-cita islam yang harus diikhtisarkan agar menjadi kenyataan.
2. Ia memberikan bahan-bahan informasi tentang pelaksanaan pendidikan dalam segala aspek bagi pengembangan ilmu pengetahuan pendidikan islam tersebut. Ia memberikan bahan masukan yang berharga (input) kepada ini. Mekanisme proses mekanisme yang berasal dari penerimaan input (bahan masukan), lalu diproses dalam kegiatan pendidikan dalam bentuk kelembagaan atau non-kelembagaan yang disebut triput, kemudian berakhir pada output (hasil yang diharapkan). Dari hasil yang diharapkan itu timbul umpan balik (feed back) yang mengoreksi bahan masukan. Mekanisme proses semacam ini berlangsung terus selama proses keperndidikan terjadi. Semaki banyak diperoleh bahan masukan dari pengalaman operasional itu, semakin berkembang pula ilmu pendidikan islam. 
3. Disamping itu juga pengoreksi terhadap kekurangan teori yang terdapat dalam ilmu pendidikan islam itu sendiri, sehingga kemungkinan pertemuan antara teori yang terdapat dalam ilmu pendidikan islam itu sendiri, sehingga kemungkinan pertemuan antara teori dan praktek semakin dekat, dan hubungan antara keduanya semakin bersifat interaktif (saling mempengaruhi). Mamperhatikan hal tersebut diatas, maka ilmu pendidikan perlu dipelajari setiap muslim, yang berkeinginan agar pendidikan yang diselenggarakannya dapat berlangsung lancar dan mencapai sasarannya. Mengenal perlunya mempelajari ilmu pendidikan islam prof. Hm. Arifin med menyatakan sebagai berikut:
a. Pendidikan sebagai usaha membentuk pribadi manusia harus melalui proses yang penjang, dengan resultat (hasil) yang tidak dapat diketahui dengan segera, berbeda dengan membentuk benda mati yang dapat dilakukan sesuai dengan keinginan pembuatnya.
Dalam proses pembentukan tersebut diperlukan suatu perhitungan yanng matang dan hati-hati berdasarkan pandangann dan pikiran-pikiran atau teori yang tepat, sehingga kegagalan atau kesalahan –kesalahan langkah pembentuknya terhadap anak didik dapat makhluk yang sedang tumbuh dan berkembangan yang megandung berbagai kemungkinan. Bila kita salah bentuk, maka kita akan sulit memperbaikinya.
b. Pendidikan islam pada khususnya yang bersumberkan nilai-nilai agama islam disamping menanamkan atau membentuk sikap hidup yang dijiwai nilai-nilai tersebut, juga mengembangkan kemampuan berilmu pengetahuan sejalan dengan nilai-nilai islam yang melandasinya adalah merupakan proses ikhtiarah yang secara pedagogis mampu mengenmbangkan hidup anak didik kepada arah kedewasaan /kematangan yang menguntungkan dirinya. oleh karena itu usaha ikhtiarah tersebut tidak dapat dilakukan hanya berdarkan atas trial dan error (coba-coba) atau atas dasar keinginan dan kemampuan pendidik tanpa dilandasi dengan teori-teori kependidikan yang tepat dipertanggung jawabkan secara ilmiah pedagogis.
c. Islam sebagai agama wahyu yang diturunkan oleh Allah dengan tujuan untuk mensejahterakan dan membahagiakan hidup dan kehidupan umat manusia di dunia akhirat, baru dapat mempunyai arti fungsional dan aktual dalam diri manusia bilamana dikembangkan memlalui proses kependidikan yang sistematis. Oleh karena itu teori-teori pendidikan islam yang disusun secara sistematis merupakan kompas bagi proses tersebut.
d. Ruang lingkup kependidikan islam adalah mencakup segala bidang kehidupan manusia di dunia dimana manusia mampu memanfaatkan sebagai tempat menanam benih amaliah yang buahnya akan dipetik akhirat nanti, maka pembentukan sikap dan nilai-nilai amaliah dalam pribadi manusia baru dapat efektif bilamana dilakukan melalui proses kependidikan yang berjalan diantara kaidah-kaidah ilmu pengetahuan kependidikan.
Beberapa fungsi lain, ilmu pendidikan adalah:
1. Ilmu pendidikan islam dapat mengamalkan pokok-pokok ajaran islam.
2. Dengan ilmu pendidikan islam kita dapat belajar dengan cara yang baik.
3. Memiliki sikap dasar sebagai seorang muslim yang bertaqwa dan brakhlak mulia.
4. Memiliki sikap dasar sebagai warga negara yang baik.
5. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama islam.
6. Memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas hidunya dalam masyarakat dan berbakti kepada tuhan yang maha esa guna mencapai kebahagiaan dunia dan akhiray.
7. Memiliki ilmu pengetahuan, pengalaman, keterapilan, dan kemampuan.


BAB III
KESIMPULAN DAN PENUTUP


Jadi kesimpulan yang dapat kita ambil bahwa secara umum tugas pendidikan islam adalah mengantarkan manusia pada perilaku dan perbuatan yang berpedoman pada syariat Allah.
Sedangkan fungsi ilmu pendidikan islam adalah berbagai suatu sistem yang membawa manusia kearah kebahagiaan dunia dan akhirat.
Jadi konsepsi pendidikan islam, tidak hanya melihat bahwa pendidikan itu sebagai upaya mencerdaskan mencerdaskan semata, melainkan sejalan dengan konsep islam tentang manusia dan hakikat eksistensinya.
Akhirnya inilah makalah yang telah kami susun, jika terdapat kesalahan baik kata ataupun tulisan kami mohon maaf.
 
DAFTAR PUSTAKA

Samsur Nizar, Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis dan Praktis, Ciputat Pers: Jakarta 1985.
Yatimin Abdullah, Study Islam Kontemporer, Amzah, Jakarta: 2006.
Zuhraini, Dkk, Sejarah Pendidikan Islam, Alhusna, Jakarta: 2000.
Darwyn Syah, Dkk, Perencanaan Sistem Pengajaran Pandidikan Agama Islam Gaung Persada, Pers, Jakarta: 2007.
Nata Abuddin, Metodologi Study Islam, PT. Raja Grafindo Persada Jakarta 1998.
Uhbiyati Nur, Ilmu Pendidikan Islam Pustaka Setia, Bandung: 2005.
Isna Mansur, Diskursus Pendidikan Islam Global Pustaka Utama, Yogyakarta 2001.
Drajatzakiyah, Ilmu Pendidikan Islam Bumi Eksara, Jakarta: 2006.
Makalah Ibu_Blogsport.com.



Dasar-Dasar & tujuan Pendidikan Islam

Dasar-Dasar & tujuan Pendidikan Islam
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan Rahmat dan Karunia Nya penyusun dapat menyelesaikan makalah “Dasar-Dasar & tujuan Pendidikan Islam” dapat selesai dengan baik . 
Ucapan terima kasih Kepada Dosen pengajar mata kuliah “Ilmu Pendidikan
Islam” yang telah memberi kesempatan kami dalam membuat makalah ini dan terima kasih untuk semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi kami khususnya dan pembaca pada umumnya. 
   


BAB I
PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Pendidikan pada dasarnya adalah media dalam mendidik dan mengembangkan peotensi-potensi kemanusiaan yang primordial. Pendidikan sejatinya adalah gerbang untuk mengantar umat manusia menuju peradaban yang lebih tinggi dan humanis dengan berlandaskan pada keselarasan hubungan manusia, lingkungan, dan sang pencipta. Pendidikan adalah sebuah ranah yang didalamnya melibatkan dialektika interpersonal dalam mengisi ruang-ruang kehidupan; sebuah ranah yang menjadi pelita bagi perjalanan umat manusia, masa lalu, masa kini, dan masa akan datang. 
Pendidikan islam dalam pelaksanaannya membutuhkan metode yang tepat untuk mengantarkan kegiatan pendidikan kearahtujuan yang dicita-citakan. Bagaimanapun baik dan sempurnanya kurikulum pendidikan islam, ia tidak berarti apa-apa, manakala tidak memiliki metode atau cara yang tepat dalam mentransformasikannya kepada peserta didik.

II. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan pemaparan untuk meningkatkan hasil belajar Ilmu Pendidikan Islam dalam makalah ini dengn judul “dasar-dasar dan tujuan pendidikan islam”.

1. Apa Dasar-Dasar Pendidikan Islam ?
2. Ada Berapakah Tujuan Pendidikan Islam ?
3. Seberapa Penting Pendidikan Islam? 


BAB II
PEMBAHASAN

A. Dasar-Dasar dan Tujuan Pendidikan Islam

Dalam konteks individu, pendidikan termasuk salah satu kebutuhan asasi manusia, karena pendidikan menjadi jalan yang lazim untuk memperoleh pengetahuan atau ilmu, sedangkan ilmu akan menjadi unsur utama penopang kehidupannya. Oleh karena itu, Islam tidak saja mewajibkan manusia untuk menuntut ilmu, bahkan memberi dorongan serta arahan agar dengan ilmu itu manusia dapat menemukan kebenaran hakiki dan mendayagunakan ilmunya di atas jalan kebenaran itu (Karim, 2007). Islam mengarahkan manusia untuk mengaplikasikan ilmunya dalam menggali dan menghayati makna hidup. Islam tidak menghendaki ilmu yang diperoleh digunakan untuk kepentingan pribadi yang di sisi lain merugikan banyak orang. Ilmu yang baik pada dasarnya adalah ilmu membawa kemashlahatan bagi umat, di dunia maupun di akhirat. 
Rasulullah SAW pernah bersabda: "Tuntutlah oleh kalian akan ilmu pengetahuan, sesungguhnya menuntut ilmu adalah pendekatan diri kepada Allah azza wajalla, dan mengajarkannya kepada orang yang tidak mengetahuinya adalah shodaqoh. Sesungguhnya ilmu itu akan menempatkan pemiliknya pada kedudukan tinggi lagi mulia. Ilmu adalah keindahan bagi ahlinya di dunia dan akhirat." (HR Ar Rabii’). 
Makna hadis tersebut sejalan dengan firman Allah SWT: "Allah
niscaya mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan mereka yang berilmu pengetahuan bertingkat derajat. Dan Allah Maha mengetahui terhadap apa yang kamu lakukan." (QS. Al-Mujadalah: 11). 
Jadi, dalam Islam pendidikan tidak hanya sekedar sebuah dinamika kemanusiaan yang lazim, melainkan lebih dari itu, pendidikan adalah ibadah kepada Allah SWT, sekaligus sebagai aktualisasi diri manusia sebagai khalifah di muka bumi.
Islam melalui ajarannya telah menggariskan bahwa setiap individu wajib menuntut ilmu, karena dengan ilmu, maka idividu tersebut tidak akan tersesat dalam kehidupannya, dan yang paling penting adalah tidak terlindas oleh zaman yang semakin cepat. Tidak hanya itu, Islam juga telah menggariskan bahwa negara melalui aparaturnya wajib memperhatikan pendidikan masyarakatnya melalui alokasi anggaran yang representatif, aplikasi sistem pendidikan yang inklusif, dan penyediaan sarana dan prasarana pendidikan yang memadai. Dengan demikian kerangka dasar pendidikan Islam menggariskan bahwa untuk menciptakan tatanan dan sistem pendidikan yang baik harus melibatkan kerja sama yang baik antara individu (masyarakat) dengan pemerintah, sehingga fungsi operasional dan fungsi kontrol dapat berjalan secara padu dan proporsional.
Menurut Karim (2007), dalam hal kurikulum, strategi, dan tujuan pendidikan, Islam menetapkan prinsip yang sederhana tetapi sangat tegas dan jelas. Kurikulum pendidikan harus berlandaskan aqidah Islamiyah, karenanya seluruh materi pembelajaran atau bidang studi serta metodologi penyampaiannya harus dirancang tanpa adanya penyimpangan dalam proses pendidikan dari asas tersebut. Strategi pendidikan diarahkan pada pembentukan dan pengembangan pola pikir dan pola jiwa Islami. Semua disiplin ilmu disusun berdasarkan strategi ini. Membentuk kepribadian Islam dan membekali individu dengan berbagai ilmu dan pengetahuan yang berhubungan dengan kehidupan manusia merupakan tujuan asasi dari pendidikan. 
Kemudian, Muttaqien (2005) menyebutkan bahwa pendidikan Islam secara epistemologis memiliki kerangka konseptual. Kerangka konseptual yang dimaksud di atas adalah konsep penciptaan manusia sebagaimana terdapat dalam Qur’an dan posisi pendidikan dalam diri manusia dalam prespektif Islam. Berdasarkan konsep dasar penciptaan manusia tersebut kemudian dibangun rancangan pengembangan pendidikan Islam yang lurus dan tidak menyimpang dari konsep dasarnya. Secara singkat, dapat dikatakan bahwa dalam mengembangkan pendidikan Islam, manusia dapat belajar dari penciptaan dirinya sebagaima hal itu juga telah dijelaskan oleh al-Qur’an.
Dasar adalah landasan tempat berpisah atau tegaknya sesuatu agar sesuatu tersebut tegak berdiri disarm suatu bangunan yaitu fondamen yang menjadi landasan bangunan tersebut agar bangunan itu tegak dan kokoh berdiri, demikian pula dasar pendidikan islam yaitu fondamen yang menjadi landasan atau asas agar pendidikan islam dapat tegak berdiri agar tidak mudah robohkarena tipuan angin kencang berupa idiologi.
Dasar pendidikan islam secara garis besar ada 2 yaitu : Al Quran, As- Sunnah.  
a. Al quran.
Islam adalah agama yang membawa misi agar ummatnya menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran Asal Al-Qur’an yang pertama kali turun adalah berkenaan disamping masalah keimanan juga pendidikan dalam firman-Nya yang artinya:  
Artinya : 
“ Bacalah dengan (menyebut ) nama tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dengan segumpal darah. Bacalah dan tuhanmulah yang paling pemurah yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahui. (Qs. Al-Alaq 1-5 )
Dari ayat ayat tersebut diatas dapatlah diambil kesimpulan bahwa seolah-olah tuhan berkata hendaklah manusia meyakini akan adanya adanya tuhan pencipta manusia. Selanjutmya untuk memperkokoh keyakinan dan memelihara agar tidak luntur hendaklah melaksanakan pendidikan dan pengajaran.1
b. As- Sunnah
Rosulullah saw adalah juru didik dan beliau juga menjungjung tinggi terhadap pendidikan dan motivasi agar berkiprah kepada pendidikan dan pengajaran. Rosulullah saw bersabd. 
Artinya :
“Barang siapa yang menyembunyikan ilmunya maka tuhan akan mengekangnya dengan kekang berapi.


B. Tujuan Ilmu Pendidikan Islam

Tujuan yaitu sasaran yang akan dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang yang melaksanakan suatu kegiatan pendidikan islam Menurut Drs. Acmad D. Marimba, fungsi tujuan itu ada empat macam 
a. Mengakhiri usaha 
b. Mengarahkan usaha 
c. Memberi nilai (sifat) pada usaha-usaha itu.2 
Sehubungan dengan itu maka tujuan mempunyai arti yang sangat penting bagi keberhasilan sasaran yang diinginkan, arah atau pedoman yang harus ditempuh , tahapan sasaran serta sifat dan mutu kegiatan yang dilakukan. Oleh karena itu kegiatan yang tanpa dsertai tujuan sasarannya akan kabur akibatnya progam dan kegiatan sendiri akan menjadaji acak-acakan.
Abdul fathah Jalal dalam bukunya yang berjudul Min usulit tarbisati fill islam” mengolompokkan tujuan pendidikan islam kedalam 2 macam yaitu tujuan umum dan tujuan khusus “ tujuan umum yaitu menjadikan manusia sebagai abdi atau hamba allah swt yang senantiasa menggunakan dan membesarkan asma allah swt dengan meneladani Rosulullah saw, menjungjung tinggi ilmu pengetahuan serta mempelajari yang bermanfaat baginya dalam merealisasikan tujuan yang telah digariskan oleh allah swt. Sedangkan tujuan khusus sebenarnya merupakan perincian dari tujuan umum sebagaimana te3lah di jelaskan di atas. Diantara khusus ini yang pertama-tama adalah mampu melaksanakan rukun islam. Rosulullah saw bersabda
Artinya :
“ Islam itu dibangun atas lima parkara” Shahadat (pengakuan) bahwa tiada tuhan selain allah dan muhammad adlah rosulullah” menegakkan shalat” memberikan zakat” Soum pada bulan Ramadhan dan “menunaikan haji pada kebaitullah”3
Ditinjau dari segi pembidangan tugas dan fungsi manusia secara filosofis maka tujuan pendidikan dapat dibedakan menjadi 3 macam:
1. Tujuan Individual
Suatu tujuan yang menyangkut individu melalui proses belajar dalam rangka mempersiapkan dirinya dalam kehidupan dunia dan akhirat.
2. Tujuan Sosial
Suatu tujuan yang berhubungan dengan masyarakat sebagai keseluruhan, dan dengan tingkah laku masyarakat umumnya serta dengan perubahan-perubahan yang diinginkan pada pertumbuhan pribadi, pengalaman dan kemajuan hidupnya
3. Tujuan Profesional
Suatu tujuan yang menyangkut pengajaran sebagai ilmu, seni dan profesi serta sebagai suatu kegiatan dalam masyaraka. Ada tiga tujuan pendidikan islam apabila diklafikasikan dengan pendekatan aducatif dan psikologis diantaranya sebagai berikut :
1. Tujuan yang menitik beratkan kekuatan jasmaninya ( al ahdaful jasmaniyah ) 
  Allah berfirman : 
Artinya : 
Sesungguhanya Allah telah memilihnya menjadi rajamu dan menganugrahinya ilmu yang luas dan tubuh yang kuat perkasa ( Al Baqoroh 247 ) 
2. Tujuan pendidikan yang menitikberatkan pada kekuatan rohaninya ( Al ahdaful rohaniyah ) 
Tujuan ini berkaitan dengan kemampuan manusia menerima agama islam yang inti ajarannya adalah keimanan dan ketaatan kepada allah, dengan tunduk dan patuh kepada nilai-nilai moralitas yang diajarkannya dengan mengikuti keteladanan nabi muhammad saw adalah menjadi tujuan rohaniyah pendidikan islam mengenai tujuan intelektual dengan pendidikan islam terletak pada pengembangan intelegensial (kecerdasan) yang berada dalam otak sehingga mampu mamahami dan menganalisis fenomena-fenomena ciptaan allah di jagat raya ini 
3. Tujuan yang memperhatikan segi lahir, batin,duniawi, ukhrawi secara sekaligus tujuan-tujuan pendidikan islam yang dirumuskan diatas baru merupakan contoh tujuan yang bersifat intermediair atau sementara karena ayatnya mengandung beberapa aspek nilai islam yang dirumuskan.
Sebenarnya, agama Islam memiliki tujuan yang lebih komprehensif dan integratif dibanding dengan sistem pendidikan sekular yang semata-mata menghasilkan para anak didik yang memiliki paradigma yang pragmatis. 
Tujuan utama pendidikan dalam Islam adalah mencari ridha Allah swt. Dengan pendidikan, diharapkan akan lahir individu-indidivu yang baik, bermoral, berkualitas, sehingga bermanfaat kepada dirinya, keluarganya, masyarakatnya, negaranya dan ummat manusia secara keseluruhan. Disebabkan manusia merupakan fokus utama pendidikan, maka seyogianyalah institusi-institusi pendidikan memfokuskan kepada substansi kemanusiaan, membuat sistem yang mendukung kepada terbentuknya manusia yang baik, yang menjadi tujuan utama dalam pendidikan. Dalam pandangan Islam, manusia bukan saja terdiri dari komponen fisik dan materi, namun terdiri juga dari spiritual dan jiwa. Oleh sebab itu, sebuah institusi pendidikan bukan saja memproduksi anak didik yang akan memiliki kemakmuran materi, namun juga yang lebih penting adalah melahirkan individu-individu yang memiliki diri yang baik sehingga mereka akan menja
di manusia yang serta bermanfaat bagi ummat dan mereka mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Institusi pendidikan perlu mengarahkan anak didik supaya mendisiplinkan akal dan jiwanya, memiliki akal yang pintar dan sifat-sifat dan jiwa yang baik, melaksanakan perbuatan-perbuatan yang baik dan benar, memiliki pengetahuan yang luas, yang akan menjaganya dari kesalahan-kesalahan, serta memiliki hikmah dan keadilan.  

C. Pentingnya Pendidikan Islam 

Ditulis oleh Adnin Armas Islam sangat mementingkan pendidikan. Dengan pendidikan yang benar dan berkualitas, individu-individu yang beradab akan terbentuk yang akhirnya memunculkan kehidupan sosial yang bermoral. Sayangnya, sekalipun institusi-institusi pendidikan saat ini memiliki kualitas dan fasilitas, namun institusi-institusi tersebut masih belum memproduksi individu-individu yang beradab. Sebabnya, visi dan misi pendidikan yang mengarah kepada terbentuknya manusia yang beradab, terabaikan dalam tujuan institusi pendidikan. Penekanan kepada pentingnya anak didik supaya hidup dengan nilai-nilai kebaikan, spiritual dan moralitas seperti terabaikan. Bahkan kondisi sebaliknya yang terjadi.
 

BAB IV
PENUTUP

KESIMPULAN


1. Dasa-Dasar pendidikan islam secara garis besar ada 3 macam :
a. Al Quran 
b. As Sunnah
2. Perundang Undangan yang berlaku di indonesia yaitu 
c. UUD 1945 Pasal 29 yang menjelaskan tentang jaminan kepada warga negara republik indonesia untuk memeluk agama dan beribadat sesuai dengan agama yang dianutnya.
d. GBHN tahun 1993 bidang agaama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa No 22
3. Menurut Abque fathah tujuan pendidikan islam dibagi 2 macam :
e. Tujuan umum
f. Tujuan khusus




DAFTAR PUSTAKA

- A.D. Marimba, Drs, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: 2002
- Dra. H. Nur Ubiati, Limo Pendidikan Islam, (IPI) Bandung, 2005
- Acmad D. Marimba Pengantar Fisafat Pendidikan Islam, PT Al-maarif, Bandung 1980 
- Dra. H. Nur Ubiati, Limo Pendidikan Islam, (IPI) Bandung, 2005
.


KENALAN REMAJA


MAKALAH 
BAHASA INDONESIA
 
KENALAN REMAJA 

KENAKALAN REMAJA SEBAGAI PERILAKU MENYIMPANG HUBUNGANNYA DENGAN KEBERFUNGSIAN SOSIAL KELUARGA


Masalah sosial yang dikategorikan dalam perilaku menyimpang diantaranya adalah kenakalan remaja. Untuk mengetahui tentang latar belakang kenakalan remaja dapat dilakukan melalui dua pendekatan yaitu pendekatan individual dan pendekatan sistem. Dalam pendekatan individual, individu sebagai satuan pengamatan sekaligus sumber masalah. Untuk pendekatan sistem, individu sebagai satuan pengamatan sedangkan sistem sebagai sumber masalah. Berdasarkan penelitian yang dilakukan diperoleh hasil bahwa ternyata ada hubungan negative antara kenakalan remaja dengan keberfungsian keluarga. Artinya semakin meningkatnya keberfungsian sosial sebuah keluarga dalam melaksanakan tugas kehidupan, peranan, dan fungsinya maka akan semakin rendah tingkat kenakalan anak-anaknya atau kualitas kenakalannya semakin rendah. Di samping itu penggunaan waktu luang yang tidak terarah merupakan sebab yang sangat dominan bagi remaja untuk melakukan perilaku menyimpang.

I. PENDAHULUAN

Kenakalan remaja dalam studi masalah sosial dapat dikategorikan ke dalam perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial terjadi karena terdapat penyimpangan perilaku dari berbagai aturan-aturan sosial ataupun dari nilai dan norma social yang berlaku. Perilaku menyimpang dapat dianggap sebagai sumber masalah karena dapat membahayakan tegaknya sistem sosial. Penggunaan konsep perilaku menyimpang secara tersirat mengandung makna bahwa ada jalur baku yang harus ditempuh. Perilaku yang tidak melalui jalur tersebut berarti telah menyimpang.
Untuk mengetahui latar belakang perilaku menyimpang perlu membedakan adanya perilaku menyimpang yang tidak disengaja dan yang disengaja, diantaranya karena si pelaku kurang memahami aturan-aturan yang ada. Sedangkan perilaku yang menyimpang yang disengaja, bukan karena si pelaku tidak mengetahui aturan. Hal yang relevan untuk memahami bentuk perilaku tersebut, adalah mengapa seseorang melakukan penyimpangan, sedangkan ia tahu apa yang dilakukan melanggar aturan. Becker (dalam Soerjono Soekanto,1988,26), mengatakan bahwa tidak ada alasan untuk mengasumsikan hanya mereka yang menyimpang mempunyai dorongan untuk berbuat demikian. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya setiap manusia pasti mengalami dorongan untuk melanggar pada situasi tertentu, tetapi mengapa pada kebanyakan orang tidak menjadi kenyataan yang berwujud penyimpangan, sebab orang dianggap normal biasanya dapat menahan diri dari dorongan untuk menyimpang.
Masalah sosial perilaku menyimpang dalam tulisan tentang “Kenakalan Remaja” bisa melalui pendekatan individual dan pendekatan sistem. Dalam pendekatan individual melalui pandangan sosialisasi. Berdasarkan pandangan sosialisasi, perilaku akan diidentifikasi sebagai masalah sosial apabila ia tidak berhasil dalam melewati belajar sosial (sosialisasi). Tentang perilaku disorder di kalangan anak dan remaja (Kauffman , 1989 : 6) mengemukakan bahwa perilaku menyimpang juga dapat dilihat sebagai perwujudan dari konteks sosial. Perilaku disorder tidak dapat dilihat secara sederhana sebagai tindakan yang tidak layak, melainkan lebih dari itu harus dilihat sebagai hasil interaksi dari transaksi yang tidak benar antara seseorang dengan lingkungan sosialnya. Ketidak berhasilan belajar sosial atau “kesalahan” dalam berinteraksi dari transaksi sosial tersebut dapat termanifestasikan dalam beberapa hal.
Proses sosialisasi terjadi dalam kehidupan sehari-hari melalui interaksi sosial dengan menggunakan media atau lingkungan sosial tertentu. Oleh sebab itu, kondisi kehidupan lingkungan tersebut akan sangat mewarnai dan mempengaruhi input dan pengetahuan yang diserap. Salah satu variasi dari teori yang menjelaskan kriminalitas di daerah perkotaan, bahwa beberapa tempat di kota mempunyai sifat yang kondusif bagi tindakan kriminal oleh karena lokasi tersebut mempunyai karakteristik tertentu, misalnya (Eitzen, 1986 : 400), mengatakan tingkat kriminalitas yang tinggi dalam masyarakat kota pada umumnya berada pada bagian wilayah kota yang miskin, dampak kondisi perumahan di bawah standar, overcrowding, derajat kesehatan rendah dari kondisi serta komposisi penduduk yang tidak stabil. Penelitian inipun dilakukan di daerah pinggiran kota yaitu di Pondok Pinang Jakarta Selatan tampak ciri-ciri seperti disebutkan Eitzen diatas. Sutherland dalam (Eitzen,1986) beranggapan bahwa seorang belajar untuk menjadi kriminal melalui interaksi. Apabila lingkungan interaksi cenderung devian, maka seseorang akan mempunyai kemungkinan besar untuk belajar tentang teknik dan nilai-nilai devian yang pada gilirannya akan memungkinkan untuk menumbuhkan tindakan kriminal.
Mengenai pendekatan sistem, yaitu perilaku individu sebagai masalah sosial yang bersumber dari sistem sosial terutama dalam pandangan disorganisasi sosial sebagai sumber masalah. Dikatakan oleh (Eitzen, 1986:10) bahwa seorang dapat menjadi buruk/jelek oleh karena hidup dalam lingkungan masyarakat yang buruk. Hal ini dapat dijelaskan bahwa pada umumnya pada masyarakat yang mengalami gejala disorganisasi sosial, norma dan nilai sosial menjadi kehilangan kekuatan mengikat. Dengan demikian kontrol sosial menjadi lemah, sehingga memungkinkan terjadinya berbagai bentuk penyimpangan perilaku. Di dalam masyarakat yang disorganisasi sosial, seringkali yang terjadi bukan sekedar ketidak pastian dan surutnya kekuatan mengikat norma sosial, tetapi lebih dari itu, perilaku menyimpang karena tidak memperoleh sanksi sosial kemudian dianggap sebagai yang biasa dan wajar.

II. KERANGKA KONSEP

1. Konsep Kenakalan Remaja
 Pada dasarnya kenakalan remaja menunjuk pada suatu bentuk perilaku remaja yang tidak sesuai dengan norma-norma yang hidup di dalam masyarakatnya. Kartini Kartono (1988 : 93) mengatakan remaja yang nakal itu disebut pula sebagai anak cacat sosial. Mereka menderita cacat mental disebabkan oleh pengaruh sosial yang ada ditengah masyarakat, sehingga perilaku mereka dinilai oleh masyarakat sebagai suatu kelainan dan disebut “kenakalan”. Dalam Bakolak inpres no: 6 / 1977 buku pedoman 8, dikatakan bahwa kenakalan remaja adalah kelainan tingkah laku / tindakan remaja yang bersifat anti sosial, melanggar norma sosial, agama serta ketentuan hukum yang berlaku dalam masyarakat.
Singgih D. Gumarso (1988 : 19), mengatakan dari segi hukum kenakalan remaja digolongkan dalam dua kelompok yang berkaitan dengan norma-norma hukum yaitu : (1) kenakalan yang bersifat amoral dan sosial serta tidak diantar dalam undang-undang sehingga tidak dapat atau sulit digolongkan sebagai pelanggaran hukum ; (2) kenakalan yang bersifat melanggar hukum dengan penyelesaian sesuai dengan undang-undang dan hukum yang berlaku sama dengan perbuatan melanggar hukum bila dilakukan orang dewasa. Menurut bentuknya, Sunarwiyati S (1985) membagi kenakalan remaja kedalam tiga tingkatan ; (1) kenakalan biasa, seperti suka berkelahi, suka keluyuran, membolos sekolah, pergi dari rumah tanpa pamit (2) kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan seperti mengendarai mobil tanpa SIM, mengambil barang orang tua tanpa izin (3) kenakalan khusus seperti penyalahgunaan narkotika, hubungan seks diluar nikah, pemerkosaan dll. Kategori di atas yang dijadikan ukuran kenakalan remaja dalam penelitian.
Tentang normal tidaknya perilaku kenakalan atau perilaku menyimpang, pernah dijelaskan dalam pemikiran Emile Durkheim (dalam Soerjono Soekanto, 1985 : 73). Bahwa perilaku menyimpang atau jahat kalau dalam batas-batas tertentu dianggap sebagai fakta sosial yang normal dalam bukunya “ Rules of Sociological Method” dalam batas-batas tertentu kenakalan adalah normal karena tidak mungkin menghapusnya secara tuntas, dengan demikian perilaku dikatakan normal sejauh perilaku tersebut tidak menimbulkan keresahan dalam masyarakat, perilaku tersebut terjadi dalam batas-batas tertentu dan melihat pada sesuatu perbuatan yang tidak disengaja. Jadi kebalikan dari perilaku yang dianggap normal yaitu perilaku nakal/jahat yaitu perilaku yang disengaja meninggalkan keresahan pada masyarakat.
2. Keberfungsian sosial
Istilah keberfungsian sosial mengacu pada cara-cara yang dipakai oleh individu akan kolektivitas seperti keluarga dalam bertingkah laku agar dapat melaksanakan tugas-tugas kehidupannya serta dapat memenuhi kebutuhannya. Juga dapat diartikan sebagai kegiatan-kegiatan yang dianggap penting dan pokok bagi penampilan beberapa peranan sosial tertentu yang harus dilaksanakan oleh setiap individu sebagai konsekuensi dari keanggotaannya dalam masyarakat. Penampilan dianggap efektif diantarannya jika suatu keluarga mampu melaksanakan tugas-tugasnya, menurut (Achlis, 1992) keberfungsian sosial adalah kemampuan seseorang dalam melaksanakan tugas dan peranannya selama berinteraksi dalam situasi social tertentu berupa adanya rintangan dan hambatan dalam mewujudkan nilai dirinnya mencapai kebutuhan hidupnya.
Keberfungsian sosial kelurga mengandung pengertian pertukaran dan kesinambungan, serta adaptasi resprokal antara keluarga dengan anggotannya, dengan lingkungannya, dan dengan tetangganya dll. Kemampuan berfungsi social secara positif dan adaptif bagi sebuah keluarga salah satunnya jika berhasil dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupan, peranan dan fungsinya terutama dalam sosialisasi terhadap anggota keluarganya.  

III. HASIL PENELITAN

A. Bentuk Kenakalan Yang Dilakukan Responden
Berdasarkan data di lapangan dapat disajikan hasil penelitian tentang kenakalan remaja sebagai salah satu perilaku menyimpang hubungannya dengan keberfungsian sosial keluarga di Pondok Pinang pinggiran kota metropolitan Jakarta. Adapun ukuran yang digunakan untuk mengetahui kenakalan seperti yang disebutkan dalam kerangka konsep yaitu (1) kenakalan biasa (2) Kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan dan (3) Kenakalan Khusus. Responden dalam penelitian ini berjumlah 30 responden, dengan jenis kelamin laki-laki 27 responden, dan perempuan 3 responden. Mereka berumur antara 13 tahun-21 tahun. Terbanyak mereka yang berumur antara 18 tahun-21 tahun.
 Bentuk Kenakalan Remaja Yang Dilakukan Responden (n=30)
 Bentuk Kenakalan f %
1. Berbohong
2. Pergi keluar rumah tanpa pamit
3. Keluyuran
4. Begadang
5. membolos sekolah
6. Berkelahi dengan teman
7. Berkelahi antar sekolah
8. Buang sampah sembarangan
9. Menyalahgunakan narkotika 
10. Berjudi
11. menontin film porno
12. Mengendarai kendaraan bermotor tanpa SIM
13. Kebut-kebutan/mengebut
14. Minum-minuman keras
15. Kumpul kebo 30

Bahwa seluruh responden pernah melakukan kenakalan, terutama pada tingkat kenakalan biasa seperti berbohong, pergi ke luar rumah tanpa pamit pada orang tuanya, keluyuran, berkelahi dengan teman, membuang sampah sembarangan dan jenis kenakalan biasa lainnya. Pada tingkat kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan seperti mengendarai kendaraan tanpa SIM, kebut-kebutan, mencuri,minum-minuman keras, juga cukup banyak dilakukan oleh responden. Bahkan pada kenakalan khususpun banyak dilakukan oleh responden seperti hubungan seks di luar nikah, menyalahgunakan narkotika, kasus pembunuhan, pemerkosaan, serta menggugurkan kandungan walaupun kecil persentasenya. Terdapat cukup banyak dari mereka yangkumpul kebo. Keadaan yang demikian cukup memprihatinkan. Kalau hal ini tidak segera ditanggulangi akan membahayakan baik bagi pelaku, keluarga, maupun masyarakat. Karena dapat menimbulkan masalah sosial di kemudian hari yang semakin kompleks.  

B. Hubungan Antara Variabel Independen dan Dependen 

a. Hubungan antara jenis kelamin dengan tingkat kenakalan
Salah satu hubungan variabel yang disajikan disini adalah hubungan antara jenis kelamin dengan tingkat kenakalan. Hal ini untuk mengetahui apakah anak laki-laki lebih nakal dari anak perempuan atau probalitasnya sama. Berdasarkan tabel hubungan diperoleh data sebagai berikut; Anak laki-laki yang melakukan kenakalan biasa 3 responden (10%), kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan 2 responden, dan kenakalan khusus 22 responden (73,3%). Sedangkan anak perempuan yang melakukan kenakalan biasa 2 responden (2,7%) dan kenakalan khusus 1 responden (3,3%). Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar yang melakukan kenakalan khusus adalah anak laki-laki (73,3%), namun terdapat juga anak perempuannya. Kalau dibandingkan diantara 27 responden anak laki-laki 22 responden (81,5%) diantaranya melakukan kenakalan khusus, sedangkan dari 3 responden perempuan 1 responden (33,3%) yang melakukan kenakalan khusus, berarti probababilitas anak laki-laki lebih besar kecenderungannya untuk melakukan kenakalan khusus. Demikian juga yang melakukan kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan, anak perempuan tidak ada yang melakukannya. Dengan demikian maka anak laki-laki kecenderungannya akan melakukan kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan lebih dibandingkan dengan anak perempuan.
b. Hubungan antara pekerjaan responden dengan tingkat kenakalan yang dilakukan
Berdasarkan data yang ada, pekerjaan responden adalah sebagai pelajar dan tidak bekerja (menganggur) masing-masing 13 responden (43,3%), sebagai buruh dan berdagang masing-masing 2 responden (6,7%). Dari tabel korelasi persebaran datanya sebagai berikut; Pelajar yang melakukan kenakalan biasa 5 responden (16,7%), kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan 2 responden (6,7%), dan kenakalan khusus 6 responden (20%) . Sedangkan mereka yang tidak bekerja (menganggur) semuanya 13 responden melakukan kenakalan khusus, juga mereka yang bekerja sebagai pedagang dan buruh semuanya melakukan kenakalan khusus. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa kecenderungan untuk melakukan kenakalan khusus ataupun jenis kenakalan lainnya adalah mereka yang tidak sibuk, atau banyak waktu luang yang tidak dimanfaatkan untuk kegiatan positif.
c. Hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat kenakalan yang dilakukan
Seharusnya semakin tinggi tingkat pendidikan akan semakin rendah melakukan kenakalan. Sebab dengan pendidikan yang semakin tinggi, nalarnya semakin baik. Artinya mereka tahu aturan-aturan ataupun norma sosial mana yang seharusnya tidak boleh dilanggar. Atau mereka tahu rambu-rambu mana yang harus dihindari dan mana yang harus dikerjakan. Tetapi dalam kenyataannya tidak demikian. Mereka yang tamat SLTA justru yang paling banyak melakukan tindak kenakalan 17 responden (56,7%) yang berarti separoh lebih, dengan terbanyak 12 responden (40%) melakukan kenakalan khusus, 2 responden (6,7%) melakukan kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan, dan 4 responden (13,3%) melakukan kenakalan biasa. Demikian juga mereka yang pendidikan terakhirnya SLTP, dari 12 responden, 11 responden (36,7%) melakukan kenakalan khusus. Sedang mereka yang hanya tamat SD 1 responden juga melakukan kenakalan khusus. Dengan demikian maka tidak ada hubungan antara tingkatan pendidikan dengan kenakalan yang dilakukan, artinya semakin tinggi pendidikannya tidak bisa dijamin untuk tidak melakukan kenakalan. Artinya di lokasi penelitian kenakalan remaja yang dilakukan bukan karena rendahnya tingkat pendidikan mereka, karena disemua tingkat pendidikan dari SD sampai dengan SLTA proporsi untuk melakukan kenakalan sama kesempatannya. Dengan demikian faktor yang kuat adalah seperti yang disebutkan di atas, yaitu adanya waktu luang yang tidak dimanfaatkan untuk kegiatan positif, dan adanya pengaruh buruk dalam sosialisasi dengan teman bermainnya atau faktor lingkungan sosial yang besar pengaruhnya.  
C. Hubungan Antara Kenakalan Remaja Dengan Keberfungsian Sosial Keluarga
Dalam kerangka konsep telah diuraikan tentang keberfungsian sosial keluarga, diantaranya adalah kemampuan berfungsi sosial secara positif dan adaptif bagi keluarga yaitu jika berhasil dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupan, peranan, dan fungsinya serta mampu memenuhi kebutuhannya. 
1. Hubungan antara pekerjaan orang tuanya dengan tingkat kenakalan 
Untuk mengetahui apakah kenakalan juga ada hubungannya dengan pekerjaan orangtuanya, artinya tingkat pemenuhan kebutuhan hidup. Karena pekerjaan orangtua dapat dijadikan ukuran kemampuan ekonomi, guna memenuhi kebutuhan keluarganya. Hal ini perlu diketahui karena dalam keberfungsian sosial, salah satunya adalah mampu memenuhi kebutuhannya. Berdasarkan data yang ada mereka yang pekerjaan oangtuanya sebagai pegawai negeri 5 responden (16,7%), berdagang 4 responden (13,3%), buruh 5 responden (16,6%), tukang kayu 2 responden (6,7%), montir/sopir 6 responden (20%), wiraswasta 5 responden (16,6%), dan pensiunan 1 responden (3,3%). 
Dari tabel korelasi diketahui bahwa kecenderungan anak pegawai negeri walaupun melakukan kenakalan, namun pada tingkat kenakalan biasa. Lain halnya bagi mereka yang orang tuanya mempunyai pekerjaan dagang, buruh, montir/sopir, dan wiraswasta yang kecendrungannya melakukan kenakalan khusus. Hal ini berarti pekerjaan orang tua berhubungan dengan tingkat kenakalan yang dilakukan oleh anak-anaknya. Keadan yang demikian karena mungkin bagi pegawai negeri lebih memperhatikan anaknya untuk mencapai masa depan yang lebih baik, ataupun kedisiplinan yang diterapkan serta nilai-nilai yang disosisalisasikan lebih efektif. Sedang bagi mereka yang bukan pegawai negeri hanya sibuk mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, sehingga kurang ada perhatian pada sosialisasai penanaman nilai dan norma-norma sosial kepada anak-anaknya. Akibat dari semua itu maka anak-anaknya lebih tersosisalisasi oleh kelompoknya yang kurang mengarahkan pada kehidupan yang normative. 
2. Hubungan antara keutuhan keluarga dengan tingkat kenakalan
 Secara teoritis keutuhan keluarga dapat berpengaruh terhadap kenakalan remaja. Artinya banyak terdapat anak-anak remaja yang nakal datang dari keluarga yang tidak utuh, baik dilihat dari struktur keluarga maupun dalam interaksinya di keluarga.
Dilihat dari keutuhan struktur keluarga, 21 responden (70%) dari keluarga utuh, dan 9 responden dari keluarga tidak utuh. Berdasarkan data pada tabel korelasi ternyata struktur keluarga ketidak utuhan struktur keluarga bukan jaminan bagi anaknya untuk melakukan kenakalan, terutama kenakalan khusus. Karena ternyata mereka yang berasal dari keluarga utuh justru lebih banyak yang melakukan kenakalan khusus.
Namun jika dilihat dari keutuhan dalam interaksi, terlihat jelas bahwa mereka yang melakukan kenakalan khusus berasal dari keluarga yang interaksinya kurang dan tidak serasi sebesar 76,6%. Perlu diketahui bahwa keluarga yang interaksinya serasi berjumlah 3 responden (10%), sedangkan yang interaksinya kurang serasi 14 responden (46,7%), dan yang tidak serasi 13 responden (43,3%). Jadi ketidak berfungsian keluarga untuk menciptakan keserasian dalaam interaksi mempunyai kecenderungan anak remajanya melakukan kenakalan. Artinya semakin tidak serasi hubungan atau interaksi dalam keluarga tersebut tingkat kenakalan yang dilakukan semakin berat, yaitu pada kenakalan khusus.  
3. Hubungan antara kehidupan beragama keluarganya dengan tingkat kenakalan
 Kehidupan beragama kelurga juga dijadikan salah satu ukuran untuk melihat keberfungsian sosial keluarga. Sebab dalam konsep keberfungsian juga dilihat dari segi rokhani. Sebab keluarga yang menjalankan kewajiban agama secara baik, berarti mereka akan menanamkan nilai-nilai dan norma yang baik. Artinya secara teoritis bagi keluarga yang menjalankan kewajiban agamanya secara baik, maka anak-anaknyapun akan melakukan hal-hal yang baik sesuai dengan norma agama. Berdasarkan data yang ada mereka yang keluarganya taat beragama 6 responden (20%), kurang taat beragama 15 responden (50%), dan tidak taat beragama 9 responden (30%). Dari tabel korelasi diketahui 70% dari responden yang keluarganya kurang dan tidak taat beragama melakukan kenakalan khusus.
Dengan demikian ketaatan dan tidaknya beragama bagi keluarga sangat berhubungan dengan kenakalan yang dilakukan oleh anak-anaknya. Hal ini berarti bahwa bagi keluarga yang taat menjalankan kewajiban agamanya kecil kemungkinan anaknya melakukan kenakalan, baik kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan maupun kenakalan khusus, demikian juga sebaliknya.
4. Hubungan antara sikap orang tua dalam pendidikan anaknya dengan tingkat kenakalan
 Salah satu sebab kenakalan yang disebutkan pada kerangka konsep di atas adalah sikap orang tua dalam mendidik anaknya. Mereka yang orang tuanya otoriter sebanyak 5 responden (16,6%), overprotection 3 responden (10%), kurang memperhatikan 12 responden (40%), dan tidak memperhatikan sama sekali 10 responden (33,4%). Dari tabel korelasi diperoleh data seluruh responden yang orang tuanya tidak memperhatikan sama sekali melakukan kenakalan khusus dan yang kurang memperhatikan 11 dari 12 responden melakukan kenakalan khusus. Dari kenyataan tersebut ternyata peranan keluarga dalam pendidikan sangat besar pengaruhnya terhadap kehidupan anak.
5. Hubungan antara interaksi keluarga dengan lingkungannya dengan tingkat kenakalan
 Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat, oleh karena itu mau tidak mau harus berhubungan dengan lengkungan sosialnya. Adapun yang diharapkan dari hubungan tersebut adalah serasi, karena keserasian akan menciptakan kenyamanan dan ketenteraman. Apabila hal itu dapat diciptakan, hal itu meruapakan proses sosialisasi yang baik bagi anak-anaknya. Mereka yang berhubungan serasi dengan lingkungan sosialnya berjumlah 8 responden (26,6%), kurang serasi 12 responden (40%), dan tidak serasi 10 responden (33,4%). Dari data yang ada terlihat bagi keluarga yang kurang dan tidak serasi hubungannya dengan tetangga atau lingkungan sosialnya mempunyai kecenderungan anaknya melakukan kenakalan pada tingkat yang lebih berat yaitu kenakalan khusus. Keadaan tersebut dapat dilihat dari 23 responden yang melakukan kenakalan khusus 19 responden dari dari keluarga yang interaksinya dengan tetangga kurang atau tidak serasi. 
Dari uraian di atas bisa dilihat bahwa secara jenis kelamin terlihat remja pria lebih cenderung melakukan kenakalan pada tinglat khusus, walaupun demilikan juga remaja perempuan yang melakukan kenakalan khusus. Dari sudut pekerjaan atau kegiatan sehari-hari remaja ternyata yang menganggur mempunyai kecenderungan tinggi melakukan kenakalan khusus demikian juga mereka yang berdagang dan menjadi buruh juga tinggi kecenderungannya untuk melakukan kenakalan khusus. Pemenuhan kebutuhan keluarga juga berpengaruh pada tingkat kenakalan remajanya, artinya bagi keluarga yang tiap hari hanya berpikir untuk memenuhi kebutuhan keluarganya seperti yang orang tuanya bekerja sebagai buruh, tukang, supir dan sejenisnya ternyata anaknya kebanyakan melakukan kenakalan khusus. Demilian juga bagi keluarga yang interaksi sosialnya kurang dan tidak serasi anak-anaknya melakukan kenakalan khusus. Kehidupan beragama keluarga juga berpengaruh kepada tingkat kenakalan remajanya, artinya dari keluarga yang taat menjalankan agama anak-anaknya hanya melakukan kenakalan biasa, tetapi bagi keluarga yang kurang dan tidak taat menjalankan ibadahnya anak-anak mereka pada umumnya melakukan kenakalan khusus.Hal lain yang dapat dilihat bahwa sikap orang orang tua dalam sosialisasi terhadap anaknya juga sangat berpengaruh terhadap tingkat kenakalan yang dilakukan, dari data yang diperoleh bagi keluarga yang kurang dan masa bodoh dalam pendidikan (baca sosialisasi) terhadap anaknya maka umumnya anak mereka melakukan kenakalan khusus. Dan akhirnya keserasian hubungan antara keluarga dengan lingkungan sosialnya juga berpengaruh pada kenakalan anak-anak mereka. Mereka yang hubungan sosialnya dengan lingkungan serasi anak-anaknya walaupun melakukan kenakalan tetapi pada tingkat kenakalan biasa, tetapi mereka yang kurang dan tidak serasi hubungan sosialnya dengan lingkungan anak-anaknya melakukan kenakalan khusus.  

VI. Kesimpulan

Berdasarkan analisis di atas, ditemukan bahwa remaja yang memiliki waktu luang banyak seperti mereka yang tidak bekerja atau menganggur dan masih pelajar kemungkinannya lebih besar untuk melakukan kenakalan atau perilaku menyimpang. Demikian juga dari keluarga yang tingkat keberfungsian sosialnya rendah maka kemungkinan besar anaknya akan melakukan kenakalan pada tingkat yang lebih berat.Sebaliknya bagi keluarga yang tingkat keberfungsian sosialnya tinggi maka kemungkinan anak-anaknya melakukan kenakalan sangat kecil, apalagi kenakalan khusus. Dari analisis statistik (kuantitatif) maupun kualitatif dapat ditarik kesimpulan umum bahwa ada hubungan negatif antara keberfungsian sosial keluarga dengan kenakalan remaja, artinya bahwa semakin tinggi keberfungsian social keluarga akan semakin rendah kenakalan yang dilakukan oleh remaja. Sebaliknya semakin ketidak berfungsian sosial suatu keluarga maka semakin tinggi tingkat kenakalan remajanya (perilaku menyimpang yang dilakukanoleh remaja. Berdasarkan kenyataan di atas, maka untuk memperkecil tingkat kenakalan remaja ada dua hal yang perlu diperhatikan yaitu meningkatkan keberfungsian sosial keluarga melalui program-program kesejahteraan sosial yang berorientasi pada keluarga dan pembangunan social yang programnya sangat berguna bagi pengembangan masyarakat secara keseluuruhan. 



DEKLARASI LINGKUNGAN DALAM PENDIDIKAN

ARTIKEL

DEKLARASI LINGKUNGAN DALAM PENDIDIKAN


A. LATAR BELAKANG 

Manusia dalam hidupnya senantiasa terikat dengan pendidikan, yang merupakan penentu bagi kehidupannya dimasa datang. pendidikan adalah sarana yang utama untuk mewujudkan segala tujuan yang diharapkan. pendidikan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan, sifatnya mutlak dalam kehidupan seseorang, keluarga maupun bangsa dan negara. maju mundurnya satu bangsa banyak ditentukan oleh memberikan pengaruh yang besar kepada perkembangan anak didik, dan hal ini tidak sulit bagi kita untuk mencari contoh-contohnya. dalam proses perkembangan manusia, lingkungan ini merupakan faktor proses dalam proses perkembangan manusia, lingkungan ini merupakan faktor yang penting setelah faktor pembawaan. tanpa adanya dukungan dari faktor luar (lingkungan) maka proses perkembangan potensi pembawaan sulit menjadi kenyataan (kenyataan dalam kualitas yang tinggi). lingkungan dapat dikatakan sebagai “pendidik yang tersembunyi”, karena penngaruh lingkungan terhadap perkembangan anak didik dirasa secara sengaja. masalahnya adalah justru dengan sengaja diberikan kepada itu daripada mengikuti pengaruh yang dengan sengaja diberikan oleh pendidik dalam situasi kegiatan pendidikan.

B. PERUMUSAN MASALAH

Bertitik tolak dari pengertian latar belakang masalah tersebut diatas maka penulis dapat mengemukakan perumusan permasalahan yang akan diteliti, yaitu sebagai berikut: (1). apa dan bagaiman lingkungan yang dapat berpengaruh dalam proses belajar mengajar? (2). faktor-faktor apa saja yang dapat memperngaruhi lingkungan belajar mengajar?
Dan juga dengan sejauh pengetahuan dan pengalaman penulis yang di dapat di bangku sekolah serta dalam pergaulan sehari-hari. konsep lingkungan dalam pendidikan. pengertian lingkugan dalam pendidikan. dalam kamus besar bahasa indonesia lingkungan diartikan sebagai alam keadaan (kondisi, kekuatan) sekitar yang mempenngaruhi perkembangan dan tingkah laku organisme. sartain (seorang ahli psikologi dari Amerika) mengtakan bahwa apa yang dimaksud dengan lingkungan ialah meliputi semua kondisi dalam dunia ini yang dalam cara-cara tertentu mempengaruhi tingkah laku, pertumbuhan dan perkembangan atau life processes manusia. (Ngalim Purwanto, 2000: 28) lingkungan sering diartikan secara sempit dengan melihat alam sekitar. dalam psikologi, lingkungan diartikan dalam pengertian yang luas mencakup lingkungan yang ada di dalam luar individu. unsur-unsur lingkungan dalam terdiri dari kondisi material dalam diri seseorang seperti : gizi, vitamin, suhu, sistem urat syaraf, sistem peredaran darah, pencernaan makanan, kondisi psikologis, seperti sikap, minat, motivasi, kemauan dan sebagainya. sedangkan yang termasuk lingkungan luar ialah lingkungan dalam dan lingkungan sosial. lingkungan alam meliputi: iklim, suhu, geografis, waktu pagi dan siang dan malam. sedangkan lingkungan sosial dapat berupa orang seorang, sekumpulan orang seperti keluarga, masyarakat, teman-teman sekelas, organisasi, termasuk juga dalam lingkungan ini adalah karya-karya manusia. (Alisuf Sarbi, 1996: 40). lingkungan memberikan pengaruh yang besar kepada perkembangan anak didik, dan hal ini tidak sulit bagi kita untuk mencari contoh-contohnya. dalam proses perkembangan manusia, lingkungan ini merupakan faktor yang penting setelah faktor pembawaan. tanpa adanya dukungan dari faktor luar (lingkungan) maka proses perkembangan potensi pembawaan sulit menjadi kanyataan (kenyataan dalam kualitas yang tinggi). lingkungan dapat dikatan sebagai “pendidik yang tersembunyi”, karena pengaruh lingkungan terhadap perkembangan anak didik dirasa secara sengaja atau tidak sengaja. masalahnya adalah justru anak didik lebih tertarik untuk mengikuti pengaruh yang diberikan lingkungan yang sebenarnya tidak dengan sengaja diberikan kapada itu daripada mengikuti pengaruh yang dengan sengaja diberikan oleh pendidik dalam situasi kegiatan pendidikan. ada tiga macam lingkungan, menurut sekolah, dan lingkungan masyarakat. agar lingkungan manapun dapat memberikan pengaruh yang positif kepada perkembangan dan kepribadian anak didik, maka hendaknya dikondisikan sedemikiann rupa sehingga masing-masing lingkungan senantiasa memberikann pengaruh yang positif kepada anak. B. kedudukan dan peranan lingkungan dalam pendidikan Erwati Aziz dalam tulisannya tentang pendidikan di dalam surat Al-‘Alaq mengungkapkan bahwa tuhan menginformasikan tantang penciptaan menusia yang berasal dari ‘Alaq, setelah diajari dan memperoleh ilmu pengetahuan, maka berubah menjadi sombong dan angkuh, bahkan kadang-kadang mereka bertindak melampui batas dan sewenang-wenang. hal ini dapat terjadi karena mereka merasa sudah cukup dan tidak membutuhkan pertolongan orang lain. kondisi seperti itu menunjukkan bahwa manusia dapat dipengaruhi oleh lingkungannya. dalam ayat 6 dan 7 digambarkan sikap manusia yang melamapaui batas dan pada ayat selanjutnya Tuhan menjelaskan sikap Abu Jahal yang berlaku jahat kepada Nabi. dan sikap keras dan kufur Abu Jahal itu tidak dapt dilepaskan dari hasil tempaan lingkungan dan pendidikan di lingkungan masyarakat musyrik Mekkah. kasus Abu Jahal itu dapat dijadikan bukti yang otentik bahwa pendidikan (faktor lingkungan) memang besar sekali pengaruhnya terhadap pembentukan sikap atau watak seseorang. hal ini oleh Erwati Aziz dikatakatan sesuai pula dengan artinya yang berbunyi: 

C. LINGKUNGAN YANG EFEKTIF BAGI PENDIDIKAN
Ayat ini menjelaskan bahwa orang tua mempunyai andil amat besar dalam membentuk keperibadian anaknya, apakah ia akan menjadi mukmin atau kafir. disini Nuh khawatir terhadap generasi yang akan dilahirkan oleh orang-orang kafir tersebut karena faktor lingkungan atau milieu mempenyai andil besar dalam menentukan perkembangan seseorang anak. demikian Al-Qur’an telah mengisyaratkan tentang besarnya pengaruh faktor lingkungan terhadap perkembangan kepribadian seseorang sejak lebih dari 14 abad yang lalu, namun hal ini tidak sama dengan konsep konvergensi yang dibawa William Stern karena Al-Qur’an dengan tagas menyatakan bahwa potensi yang dibawa oleh anak sejak lahir itu adalah potensi beragama. hal ini dapat disimak dari firman Allah dalam surat Ar-Rum ayat 30 yang artinya sebagai berikut : 
“Maka hadapkanlah wajahmu kepada agama yang hanif, tetaplah atas fitrah Allah yang menciptakan manusia dan menurut fitrah itu, tidak ada perubahan pada f itrah Allah. itulah agama yang lurus tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”. ayat ini menegaskan, bahwa Tuhan telah membekali manusia dengan fitrah sejak lahir. fitrah disini menurut kebanyakan ulama merupakan naluri manusia untuk mengimani Allah dan beragama islam. Al Maraghi menafsirkan ayat ini dengan mengatakan, “sesungguhnya Allah manusia dengan fitrahnya itu cendrung kepada mentauhidkan-Nya dan meyakini eksistensi-Nya’. dan bapak Karamni Buseri lebih luas mengungkapkan bahwa manusia lahir talah membawa ketauhidan dan hanif, yang berati memiliki kecendrungan kepada kebenaran, kebaikan dan keindahan, seseorang anak lahir dalam keadaan good interactive. (Kamrani Buseri, 2003: 59). dar I uraian di atas jelas Al-Qur’an menginformasikan kepada kita potensi atau fitrah yang dibawa manusia sejak lahir, sementara itu, William Stern tidak menyebutkan potensi apa yang dibawanya. jika demikian, konsep konvergensi tidak dapat dikatakan berasal dari Al-Qur’an, apalagi konsep “Tabularasa”. suatu teori yang menyatakan bahwa anak dilahirkan suci laksana meja lilin, kosong sama sekali, tidak membawa potensi apa-apa sebagaimana yang dikembangkan John Lock.
Aliran ini berpendapat bahwa anak bagaikan kertas putih. utuh dan belum ditulisi sedikitpun sehingga apa yang akan dituliskan pada kertas itu tergantung kepada si pendidik. konsep ini menjadikan pendidilan maha kuasa, atau dengan kata lain sangat menentukan. aliran ini disebut dengan aliran optimisme atau yang biasa kita kenal dengan aliran empirisme.(Madio Ekosusilo,1993 : 17). Aliran yang dipelopori oleh schopenhauer dan dianut oleh Prof Heymans (Belanda) juga tidak sesuai dengan Al Quran. Aliran ini berpendapat bahwa pendidikan itu tidak dapat mempengaruhi perkembangan manusia sejak lahir ia telah membawa bakat atau potensi yang sama sekali tidak dapat diubah dan dipengaruhi oleh lingkungan atau pendidikan (Ngalim Purwanto, 2000:14).Jadi, aliran ini bersifat pesimistis terhadap usaha pendidikan, yang dalam teologi disebut jabariyah, yaitu yang menganggap manusia pasif, tidak berbuat apa-apa, semuanya telah ditentukan oleh Allah. (Harun nasution, 1983 : 31). Dengan kata lain, aliran ini tidak mengakui akan adanya pengaruh prndidikan terhadap manusia.Menurut H.M. Arifin aliran kurang dapat dipertanggungjawabkanjika dilihat dari realitas manusiasebagai makhluk sosialyang tidak dapat menghindarkan diri dari pengruh timbal balik antara individu dengan lingkungan. Alisuf sabri menegaskan, unsur-unsur pembawaan yang berupapotensi-potensi fisik dan mentalfsikologis itu dalamperkembangan manusiadasar atau bahan, namun semua potensi-potensi bawaan dan tersebut akan dapat diwujudkan menjadi sifat-sifatkesanggupan nyata melalui proses pertumbuhan atau perkembangan, dan disinilah faktor lingkungan bisa disebut faktor ajar.




MODEL PEMBELAJARAN PENCAPAIAN KONSEP PADA POKOK BAHASAN FUNGSI


MODEL PEMBELAJARAN PENCAPAIAN
KONSEP PADA POKOK BAHASAN FUNGSI





KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat ilahirobbi yang maha dahsyat, berkat inayah-nyalah makalahnya “Model pembelajaran pencapaian konsep pada pokok Bahasa fungsi ini dapat terselesaikan. Sahalawat serta salam semoga tercurah limpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, Sayyidina Ambiya’ Wal Mursalain. Semoga kita semua termasuk kedalam golongan umatnya sehingga memperoleh bagian dari syafaatnya di hari pembalasan nanti Amien.
Penulisan makalah ini merupakan tugas mata kuliah model-model pembelajaran Matematika pada FKIP jurusan Matematika di Universitas Madura Pamekasan, yang penyelesaiannya banyak memproleh dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karenan itu penulis sampaikan terima kasih kepada :
1. Allah SWT
2. Kedua orang tua
3. Dosen model-model pembagian Matematika
Ibu Eva Yusnita, S.Pd.
4. Orang-orang yang mencintai dan menyayangi kami
5. Teman-teman kelompok III, dan
6. Teman-teman kelas.
Mudah-mudahan segala bantuan dan kerjasamanya senantiasa dibalas oleh Allah SWT.
Demikian semoga makalah ini dapat bermanfaat dan berguna bagi para pembaca dan segala tegur sapa yang membangun demi kesempurnaan makalah ini silahkan disampaikan dan penulis haturkan terima kasih atas kepedulian pembaca.



 
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Guru sebagai salah satu komponen pendidikan dan merupakan suatu bidang profesi, mempunyai peranan yang sangat vital didalam proses belajar mengajar untuk membawa anak didiknya kepada kedewasaan dalam arti yang sangat luas. Bahkan boleh dikatakan bahwa keberhasilan suatu proses belajar mengajar ini 60% terletak ditangan guru.
Oleh karena itu proses belajar mengajar yang dibabaki oleh guru tidak akan pernah tenggelam atau digantikan oleh alat atau lainnya. Dizaman modern yang ditandai oleh kemajuan dalam bidang ilmu dan teknologi telah merambah seluruh sektor kehidupan. Produk iptek telah menjadikan kehidupan manusia menjadi lebih praktis dan lebih mudah, sesuatu yang sebelumnya tidak dapat dilakukan dan diperoleh saat ini dengan mudah dapat segera diwujudkan termasuk didalam dunia pendidikan produk teknologi telah menjadi guru kedua bagi anak.
Selain dari pada itu, pendidikan yang hanya menggunakan metode-metode lama yang mana guru hanya menerangkan dan memberi tugas kepada siswa, yang membuat siswa bosan, akhirnya proses belajar-mengajar menjadi tidak menarik dan membosankan, yang akhirnya tidak ada kemajuan didalam dunia pendidikan. Oleh karena itu perlu adanya model-model pembelajaran yang dijadikan pedoman untuk guru agar proses belajar mengajar lebih menarik yang nantinya mampu membentuk anak didiknya karena kedewasaan seperti yang diharapkan.
Berdasarkan uraian tersebut diata, maka penulis berlatih untuk mengangkat masalah model pembelajaran pencapaian konsep pada mata pelajaran fungsi, yang kemudian penulis jadikan judul dari makalah ini : yaitu :
Pembelajaran model pencapaian konsep pada mata pelajaran fungsi.

B. Rumusan Masalah / Pertanyaan

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas maka secara garis besar masalah yang akan penulis angkat didalam makalah ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Apakah yang dimaksud dengan pembelajaran model pencapaian konsep ?
2. Sebutkan tujuan-tujuan penggunaan model pencapaian konsep ?
3. Bagaimana merencanakan pelajaran menggunakan model pencapaian konsep?
4. Fase-fase apa saja yang digunakan dalam pembelajaran model pencapaian konsep ?
5. Sebutkan contoh penggunaan fase model pencapaian konsep pada materi “fungsi” ?

C. Tujuan Penulisan

Sesuai dengan rumusan masalah yang telah penulis paparkan dimuka, maka tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Unutk mengumpulkan, mengolah dan menganalisis tentang model pembelajaran pencapaian konsep.
2. Untuk mengetahui tujuan-tujuan penggunaan pembelajaran model pencapaian konsep.
3. Untuk mengetahui dan mengenal fase-fase apa saja yang digunakan dalam model pencapaian konsep.
4. Untuk memakai penggunaan fase-fase dalam contoh.

D. Batasan Istilah

Demi kelancaran pembahasan pada makalah ini dan agar topik lebih mengena pada hal utama yang akan dibahas, maka penulis memberikan semacam batasan-batasan agar tidak melenceng dari yang dibahas. Dan batasan istilah dari Model Pembelajaran Pencapaian Konsep pada pokok bahasan fungsi yaitu :
1. Model yaitu pola, contoh, acuan.
2. Pembelajaran yaitu seperangkat peristiwa yang dirancang untuk memprakarsai, menggiatkan dan mendukung kegiatan belajar siswa.
3. Pencapaian yaitu suatu prose.
4. Konsep yaitu suatu ide abstrak yang memungkinkan seseorang untuk mengklasifikasi suatu objek dan menerangkan apakah objek tersebut merupakan contoh atau bukan dari ide abstrak.
5. Pokok bahasan yaitu hal utama yang akan dikupas atau dibahas.
6. Fungsi yaitu suatu hubungan / relasi yang memasangkan setiap anggota himpunan I tepat satu ke anggota himpunan II.

Ada empat cara mengajarkan konsep yaitu :
1. Dengan cara mengajarkan objek Matematika yang termasuk konsep dan yang bukan konsep.
2. Pendekatan deduktif, proses pembelajaran yang dimulai dari definisi dan diikuti dengan contoh-contohnya dan dengan yang bukan contoh-contohnya.
3. Pendekatan induktif, dimulai dari contoh lalu membahas definisinya.
4. Kombinasi deduktif dan induktif, dimulai dari contoh lalu membahas definisinya dan kembali ke contoh, atau dimulai dari definisi lalu membahas contohnya lalu kembali membahas definisinya.
Jadi, kesimpulannya yaitu suatu pola / awan dari seperangkat peristiwa yang dirancang untuk mencapai suatu proses dari suatu ide abstrak yang memungkinkan seseorang untuk mengklasifikasi suatu objek utama yang akan dikupas atau dibahas dalam suatu hubungan / relasi yang memasangkan setiap anggota himpunan I tepat satu ke anggota himpunan II.




BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Model Pencapaian Konsep

Pembelajaran model pencapaian konsep adalah suatu strategi mengajar bersifat induktif didefinisikan untuk membantu siswa dari semua usia dalam memperkuat pemahaman mereka terhadap konsep yang dipelajari dari melatih menguji hipotesis. Model tersebut pertama kali diciptakan oleh Joyce dan Weil (dalam Gunter, Este, dan Schwab, 1990: 1972) yang berpijak pada karya Bruner, Goodnow, dan Austin. Model pencapaian konsep bermanfaat untuk memberikan pengalaman metode sains kepada para siswa dan secara khusus menguji hipotesis.
Ada dua peran pokok guru dalam pembelajaran model pencapaian konsep yang perlu diperhatikan, adalah :
1. Menciptakan suatu lingkungan sedemikian hingga siswa merasa bebas untuk berpikir dan menduga tanpa rasa takut dari kritikan atau ejekan.
2. Menjelaskan dan mengilustrasikan bagaimana model pencapaian konsep itu seharusnya berlangsung, membimbing siswa dalam proses itu, membantu siswa menyatakan dan menganalisis hipotesis, dan mengartikulasi pemikiran-pemikiran mereka.
Dalam membimbing aktifitas itu tiga cara penting yang dapat dilakukan oleh guru.
• Pertama guru mendorong siswa untuk menyatakan pemikiran mereka dalam bentuk hipotesis, bukan dalam bentuk observasi.
• Kedua guru menuntun jalan pikiran siswa ketika mereka menetapkan apakah suatu hipotesis diterima atau tidak.
• Ketiga guru meminta siswa untuk menjelaskan mengapa (Why) mereka menerima atau menolak suatu hipotesis.

B. Tujuan-tujuan Penggunaan Model Pencapaian Konsep

Penerapan pembelajaran model konsep mengandung dua tujuan utama yaitu :
1. Tujuan Isi
Tujuan isi model konsep menurut Eggen dan Kauchak (1998) bahwa, lebig efektif untuk memperkaya suatu konsep dari pada belajar pemula (initial learning). Dan juga akan efektif dalam membantu siswa memahami hubungan-hubungan antara konsep-konsep yang terkait erat dan digunakan dalam bentuk review. Dengan kata lain, penggunaan model ini akan lebih efektif jika siswa sudah memiliki pengalaman tentang konsep yang akan dipelajari itu. Bukan siswa yang benar-benar baru mempelajari konsep tersebut.
Ada dua hal penting yang perlu diperhatikan dalam menerapkan model pencapaian konsep berkaitan dengan tujuan isi tersebut, yaitu :
1. Model pencapaian konsep didesain khusus untuk mengajarkan konsep secara eksklusif. Jadi berfokus semata-mata pada pembelajaran konsep.
2. Siswa yang diajari suatu konsep dengan menggunakan model pencapaian konsep harus memiliki latar belakang pengetahuan tentang konsep tersebut.

2. Tujuan pengembangan berpikir keritis siswa
Model pencapaian konsep lebih memfokuskan pada pengembangan berpikir keritis siswa dalam bentuk menguji hipotesis. Dalam pembelajaran harus ditekankan pada analisis siswa terhadap hipotesis yang ada dan mengapa hipotesis itu diterima, dimodifikasi, atau ditolak. Siswa harus dilatih dalam menciptakan jenis-jenis kesimpulan, seperti membuat contoh penyangkal atau non-contoh, dan sebagainya.
Oleh karena itu, tujuan pembelajaran harus ditekankan pada dua aspek tersebut, yaitu pengembangan konsep dan relasi-relasi antara konsep yang terkait erat, serta latihan berpikir keritis terutama salam merumuskan dan menguji hipotesis. Aspek penting dalam perencanaan pelajaran adalah guru harus mengetahui persis apa yang diinginkan dari siswanya.

C. Merencanakan Pelajaran Model Pencapaian Konsep

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam merancang pelajaran menggunakan model pencapaian konsep adalah sebagai berikut :

1. Menetapkan materi
Seperti halnya dengan model-model pembelajaran yang lain, ketika akan menerapkan model pencapaian konsep guru harus menetapkan materi-materi yang akan diajarkan. Materi dalam hal ini bentuknya adalah konsep (bukan generalisasi, rumus, atau prinsip). Konsep yang akan dijarkan itu sebaiknya bukan baru sama sekali bagi siswa. Harus diingat bahwa model ini akan lebih efektif bila siswa yang akan diaja itu memiliki beberapa pengalaman tentang konsep yang akan diajarkan.

2. Pentingnya tujuan pembelajaran yang jelas
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, bahwa tujuan penggunaan model pencapaian konsep mencakup membantu siswa mengembangkan konsep dan relasi-relasi antara konsep itu dan memberikan latihan kepada mereka tentang proses berpikir keritis terutama dalam peumusan dan pengujian hipotesis.

3. Memilih contoh dan non-contoh
Faktor yang paling penting dalam memilih contoh adalah mengidentifikasi contoh-contoh yang paling baik mengilustrasikan konsep tersebut.
Disamping itu, contoh yang dipih juga harus dapat memprluas pemikiran siswa tentang konsep yang diajari iru sebagai contoh.
Hal yang lain juga perlu diperhatikan dalam memilih contoh adalah tidak memilih contoh yang terisolasi dari konteks. Artinya contoh yang dipilih harus ada dalam lingkungan dimana siswa beraktifitas dalam kehidupan sehari-hari ataupun yang ada dalam jangkauan pemikirannya.
Selain memilih contoh positif, guru juga menyiapkan contoh-contoh negatif atau non-contoh. Dalam memilih contoh negatif, diupayakan merubah karakteristikesensial menjadi karakteristik non esensial pada konsep yang akan diajarkan dan menyajikan semua hal-hal yang bukan merupakan karakteristik esensial konsep itu.

4. Mengurutkan contoh
Setelah memilih contoh dan non-contoh, tugas akhir dalam merencanakan pelajaran adalah bagaimana mengurutkan contoh dan non-contoh itu. Jika pengembangan berpikir keritis menjadi tujuan penting bagi guru, contoh-contoh itu harus diurutkan sedemikian sehingga para siswa mendapat kesempatan untuk mengembangkan kemampuan berpikir keritis mereka. Menunjukkan secara cepat atau lengsung makna dari konsep yang diajarkan, tidak memberi kesempatan kepada siswa dalam melakukan analisis dan akibatnya tidak menghasilkan pemahaman yang sangat dalam terhadap konsep yang dikaji.
Dalam mengurutkan conth, guru dapat melakukan dengan menyajikan dua atau lebih contoh positifm kemudian diikuti dua atau lebih contoh negatif (non-contoh).

D. Fase Pembelajaran Model Pencapaian Konsep

Pembelajaran model pencapaian konsep terdiri dari empat fase, yaitu (1) fase penyajian contoh, (2) fase analisis hipotesis, (3) fase penutup, dan (4) fase penerapan. Keempat fase tersebut secara singkat diperlihatkan pada tabel 4.1 berikut ini dan deskripsi pada setiap fase.
Tabel 4.1 fase pada Model Pencapaian Konsep
Fase Deskripsi
Penyajian contoh Contoh positif dan negatif di sajikan dan hipotesis dihasilkan
Analisis hipotesis Siswa didorong untuk menganalisis hipotesis dipandang dari sudut contoh-contoh baru
Penutup Penutup terjadi apabila siswa menganalisis contoh-contoh untuk menghasilkan karakteristik-karakteristik esensial untuk membentuk suatu definisi
Penerapan Contoh tambahan di berikan dan dianalisis dalam istilah definisi yang terbentuk

1. Fase 1: Penyajian contoh
Sebelum memasuki fase 1 ini terlebih dahulu guru memberi pengantar tentang prosedur yang digunakan pada model pencapaian konsep ini, terutama kepada siswa yang masih kurang pengalaman. Dalam pengenalan ini, guru dapat menggunakan materi-materi yang sederhana pada kesempatan yang pertama. Setelah siswa memahami prosedur yang berlaku pada model ini, guru dapat memasuki materi yang sesungguhnya untuk dibahas dengan menggunakan model pencapaian konsep.
Setelah aktifitas pengenalan selesai pembelajaran diawali dengan penyajian contoh atau noncontoh yang bertujuan untuk menyediakan data bagi siswa untuk mengawali proses penciptaan hipotesis. Pemakaian noncontoh jelas berbeda dengan hanya menggunakan contoh. Pemakaian noncontoh dirancang untuk menyajiakan adanya kemungkinan-kemungkinan hipotesis secara terbuka.

2. Fase 2 : Analisis hipotesis
Setelah penyajian satu contoh atau lebih guru meminta siswa untuk membuat hipotesis yang memungkinkan kategori-kategori (nama-nama konsep) yang diilustrasikandengan contoh positif. hipotesis-hipotesis tersebut membantu arah perhatian siswa kepada atribut-atribut kritis dan memfokuskan dialog kelas berikutnya pada karakteristik ini. Sebagai contoh perhatikan berikut ini. Misalkan seoarang guru akan mengajarkan konsep bujur sangkar, guru tersebut kemudian memberikan gambar kepada siswa untuk selanjutnya meminta kepada siswa untuk menyusun hipotesis berkenaan dengan gambar tersebut.
Proses siklik dalam fase 1 dan 2 dapat diringkas dalam langkah-langkah sebagai berikut :
• Guru menyajikan contoh positif dan negatif
• Siswa menguji contoh-contoh dan menghasilkan hipotesis 
• Guru menyajikan tambahan contoh positif atau contoh negatif
• Siswa menganalisis hipotesis dan menghilangkan hal-hal yang tidak di dukung oleh data (contoh-contoh)
• Siswa menawarkan hipotesis tambahan jika data yang ada mendukung
• Proses menganalisis hipotesis, menghilangkan data yang tidak valid dengan menggantikannya dengan contoh-contoh baru, dan penawaran hipotesis tambahan diulangi hingga satu hipotesis diterima.

3. Fase 3 : Fase penutup
Ketika siswa telah mampu memisahkan hipotesis yang didukung oleh semua contoh dengan hipotesis yang tidak didukung oleh contoh, berarti pelajaran sudah siap untuk ditutup. Pada sesi ini guru meminta siswa untuk mengidentifikasi karakteristik esensial dari konsep dan menyatakan konsep itu dalam bentuk suatu definisi. Definisi itu akan memperkuat pemahaman siswa bila memasukkan didalamnya suatu identifikasi konsep superordinat dan karakteristik-karakteristik konsep itu.

4. Fase 4 : Aplikasi atau penerapan
Pada fase aplikasi siswa diminta untuk menyediakan contoh-contoh lain dari konsep yang dikaji, atau mereka diminta untuk mengidentifikasi contoh-contoh tambahan dari konsep yang telah disiapkan oleh guru. Hal ini dimaksudkan untuk memperkuat konsep yang telah dimiliki siswa dan membantu mereka memperluas dan mengeneralisasi contoh-contoh baru. Cara lain utuk memperluas pemahaman konsep yang dikaji adalah dengan meminta siswa memberikan klasifikasi contoh-contoh tambahan dari contoh dan non-contoh dan atau menghasilkan tambahan contoh-contoh unik dari mereka.
Fase ke 4 ini penting bagi guru dan siswa. Bagi siswa, fase ini memberi kesempatan kepada mereka menguji cobakan pengetahuan baru mereka pada contoh-contoh yang sudah dikenal oleh siswa. Bagi guru, fase ini memberikan kesempatan berharga untuk mendapatkan umpan balik mengenai bagaimana dan apakah siswa telah memahami konsep yang telah diajarkan.

Dialog antara guru dan siswa
Guru : “Jadi,” manakah diantara gambar-gambar tersebut yang 
  merupakan fungsi ?”
Mayoritas siswa : “Gambar No. (1) dan No. (4), Buuu …….. !” (serempak)
Guru : “Bagus kenapa kalian memilih gambar no. (1) dan no. (4) ?”
Siswa I : “Karena, pada gambar (1) dan (4) merupakan arti dari fungsi 
  Bu”.
Guru : “ Mmm ……….. lalu fungsi itu sendiri apa ?”
Siswa I : “Fungsi itu hubungan antara himpunan A dan himpunan B”
Siswa II : “Kalau fungsi seperti itu, kenapa anda tidak memilih gambar 
  no (2) dan no. (3) ?”
Siswa I : (Diam sesaat). “Ya karena gambar no (2) dan no. (3) sama 
  dengan contoh negatif” (Ragu sambil menggigit jari).
Guru : Sudah ………… sudah. Siswa I patut diacungi jempol. 
  Karena mempertahankan pendapat, ayo sekarang kamu siswa
  II apa itu fungsi ?”
Siswa II : (Tersenyum) “Maaf Bu, saya tidak tahu,”
Siswa-siswa : (Bersorak). “ Huuuuuuuuuu ………………..
Guru : (Tersenyum kecut).

1. Fase ketiga / Fase penutup
Dialog diambil dari lanjutan fase kedua
Guru : “Ayo, ada yang tahu apa itu fungsi ?”
Siswa III : “Fungsi itu anggota himpunan A dipasangkan tepat satu ke 
  anggota himpunan B”
Guru : “Ya ……… ada lagi”

Siswa IV : “Fungsi itu antara jumlah anggota himpunan A dan jumlah 
  anggota himpunan B tidak masalah banyaknya.”
Guru : “Maksudnya ?” (mengetes)
Siswa IV : “Iya Bu, kalau jumlah anggota himpunan A ada 5, maka 
  jumlah anggota himpunan B ada 9 atau ada 3 itu tidak  
  masalah.”
Guru : “Boleh ………… satu lagi !”
Suasana hening sesaat.
Guru : “Sudah ? Tidak ada yang berpendapat lagi !
Semua siswa : “Sudah Buuu …………!”
Guru : “Baik, perhatikan dan simak ibu baikbaik.
  “Fungsi adalah suatu hubungan atau relasi tahu relasikan ?”
Semua siswa : “Ya Buuuuu………..
Guru : “Jadi, fungsi adalah suatu hubungan atau relasi yang 
  memasangkan setiap anggota himpunan I tepat satu ke 
  anggota himpunan II. Ingat, setiap anggota himpunan I tepat 
  satu ke anggota himpunan II.
 Fungsi memiliki aturan main yaitu :
1. Terdapat dua himpunan
2. Setiap anggota himpunan I memasangkan tepat satu anggota himpunan ke II.
3. Angota himpunan I wajib memasangkan diri ke anggota himpunan II, tapi anggota himpunan II tidak masalah tidak mendapat pasangan atau bahkan lebi dari I.

2. Fase penerapan / aplikasi
Guru Siswa
Memberikan beberapa gambar yang terdiri dari contoh positif dan juga contoh negatif kepada siswa disertai alasan, kemudian dikumpulkan dua hari lagi (misalnya). Hal ini bertujuan untuk lebih memantapkan pengertian fungsi pada siswa.
Memberi semacam perintah atau tugas dengan cara “carilah contoh-contoh negatif dari buku-buku penunjang lainnya. Menerima tugas tersebut dan mengerjakanya dengan sungguh-sungguh dan tidak lupa dengan alasan sebagaimana yang diperintahkan oleh gurunya.


- Mencari bahan-bahan yang berkaitan.
- memilah-milah mana yang contoh positif dan mana yang contoh negatif.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Pembelajaran model pencapaian konsep suatu strategi mengajar bersifat induktif didesain untuk membantu siswa dari semua usia dalam mengekuti pemahman mereka terhadap konsep yang dipelajari dan melatih menguji hipotesis, Dalam penerapan pembelajaran model pencapaian konsep mengandung dua tujuan utama yaitu : Tujuan isi dan tujuan pengemabangan berpikir kritis siswa. Selain itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pelajaran menggunakan model pencapaian konsep yaitu : Menetapkan materi, prntingnya tujuan pembelajaran yang jelas, memilih contoh dan non contoh, dan mengurutkan contoh.
Dalam pembelajaran model pencapaian konsep terdapat 4 fase yang harus terpenuhi yaitu : fase 1 (penyajian contoh), fase 2 (analisis hipotesis), fase 3 (penutup), fase 4 (penerapan).
Untuk memahami lebih jelas tentang pembelajaran model pencapaian konsep diterapkan pada materi “fungsi”.

B. Saran-saran
Dengan adanya penyusunan makalah ini kami berharap semoga para pembaca (khusunya siswa) akan semakin menyadari akan peran sertanya dalam rangka peningkatan prestasi belajar siswa, dan juga perilaku siswa sebagai hasil belajar.












DAFTAR PUSTAKA

Kuncoro dan Seno. 2005. “Matematika 2 Pemahaman dan Penerapan Konsep Matematika”. Surabaya : CV. Putra Nogroha.
Usman. 2004. “Strategi Pembelajaran Kontemporer Suatu Pendekatan Model”. Palu Sulawesi Tengah : Tadulaku Universitas Press.



Pendidikan Islam dalam Keluarga, Lingkungan, Sekolah






Pendidikan Islam dalam Keluarga, Lingkungan, Sekolah

Di Susun Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah “Ilmu Pendidikan Islam” Yang Di Ampu Oleh Bapak Moshollin,


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI ( STAIN ) PAMEKASAN
PRODY TADRIS BAHASA INGGRIS

KATA PENGANTAR

Bissmillah Hirrohmanirrohim
Segala puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat serta inayahnya penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah (Pendidikan islam dalam keluarga, lingkungan sekolah) sebagai syarat mata kuliah pendidikan islam. Sholawat serta salam penulis haturkan kepada Rosulullah Mohammad SAW. pembawa risalah kebenaran sebagai petunjuk bagi sekalian manusia.
Penulis yakin atas petunjuknya pula sehingga berbagai pihak telah berkenan memberikan bantuan, kemudahan bagi penulis dalam penulisan makalah ini untuk itu penulis mengatakan penghargaan yang setinggi-tingginya dan menghaturkan terimakasih yang setulus-tulusnya kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Bapak Moshollin selaku dosen kami yang telah memberikan arahan dan dorongan kepada kami untuk menyelesaikan tugas makalah ini.
Semoga jasa semua pihak yang tercantum di nilai sebagai ibadah dan amal jariyah dan semoga pula makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua amin-amin yarobbal a’lamin.


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sejarah pendidikan sama usianya dengan sejarah manusia, dengan kata lain keberadaan pendidikan bersamaan dengan keberadaan manusia.keduanya tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain melainkan saling melengkapi. Pendidikan tidak akan punya arti bila manusia tidak ada didalamnya karena manusia merupakan subyek dan obyek pendidikan. Artinya manusia tidak akan berkembang secara sempurna bila tidak ada pendidikan.
Oleh karena itu kami ingin memaparkan beberapa fungsi-fungsi pendidikan baik dalam keluarga, sekolah dan masyarakat. ketiganya merupakan satu kesatuan yang utuh dan saling melengkapi antara satu dengan yang lain. sehingga sangat layak sekali bila kami rangkum melalaui beberapa buku sebagai penambah pengetahuan terhadap fungsi pendidikan.

B. Rumusan Masalah

Untuk mempokuskab makalah ini penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana peran pendidikan islam kalai di tinjau dari aspek keluarga ?
2. Pendidikan islam mempunyai peran apa saja dalam lingkungan ?
3. Faktor apa saja yang bisa mempengaruhi pendidikan islam dalam keluarga ?
4. Bagaimana mengkombinasi pendidikan antar sekolah ?

C. Tujuan Penulisan
Penulis makalah ini memilih beberapa tujuan antara lain adalah :
1. Untuk memahami pendidikan islam dalam keluarga, lingkungan dan sekolah.
2. Agar bisa di implementasikan dalam kehidupan sehari-hari.

BAB II
PEMBAHASAN


A. Peran dan Funngsi Pendidikan dalam keluarga (lingkungan rumah)

Keluarga merupakan lembaga pertama dan utama yang di kenal anak, hal ini di sebabkan karena kedua orang tuanyalah orang yang pertama di kenal anak dan diterimanya pendidikan, bimbingan, perhatian, dan kasih sayang yang terjalin antara kedua orang tua dengan anak-anaknya merupakan basis ampuh bagi pertumbuhan dan perkembangan psikis serta nilai-nilai sosial dan religius pada diri anak didik. 
Di dalam keluarga anak didik mulai mengenal hidupnya. hal ini harus di sadari dan di mengerti oleh tiap keluarga. bahwa anak di lahirkan di dalam lingkungan keluarga yang tumbuh dan berkembang sampai anak melepaskan diri dari ikatan keluarga.
Lembaga pendidikan keluarga memberikan pengalaman pertama yang merupakan faktor penting dalam perkembangan pribadi anak. suasana pendidikan keluarga ini sangat penting di perhatikan sebab dari sinilah keseimbangan jiwa dalam perkembangan individu.
Kehadiaran anak di dunia ini di sebabkan hubungan kedua orang tua, maka mereka yang harus bertanggung jawab terhadap anak. kewajiban orang tua tidak hanya sekedar memelihara eksistensinya untuk menjadikan kelak sebagai seorang pribadi tetapi juga memberikan pendidikan anak sebagai individu yang tumbuh dan berkembang.
Seorang anak di lahirkan dalam keadaan tidak berdaya dan dalam keadaan ketergantungan dengan orang lain tidak mampu berbuat apa-apa bahkan tidak mampu menolong dirinya sediri ia dilahirkan dalam keadaan suci bagaikan kertas putih yang kosong sesuai dengan sabda Nabi Muhammad SAW .


Artinya :
“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci maka orang tuanyalah yang dapat menjadikannya yahudi, nasroni atau majusi” (Hr. Al-Bukhori).
Dengan demikian terserah kepada orang tua untuk memberikan corak warna yang dihendaki terhadap anaknya. kenyataan tersebut menunjukkan bahwa kehidupan seorang anak pada saat itu benar-benar tergantung pada orang tuanya. Orang adalah tempat menggantungkan diri bagi anak secara wajar : Oleh karena itu menurut Nabi untuk terbinanya situasi keluarga sakinah yang bernuansa islami hendaklah menjadikan kriteria agama sebagai kriteria utama.
Untuk mendukung terjalinnya proses tersebut di perlukan keberadaan kehidupan rumah tangga yang harmonis tentram penuh kedamaian dan kasih sayang serta suasana demokrasi yang kondusif dan menjamin kemerdekaan individu untuk berkembang secara optimal tanpa terbinanya susana kondusif tersebut maka proses sosialisasi yang dilakukan akan sulit tercapai sesuai dengan yang di inginkan/dihaarapkan.
Kegagalna pendidikan di rumah tangga akan berdampak cukup besar pada proses pendidikan anak selanjutnya Allah berfirman :
        
Artinya :
Hai orang-orang yang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka (At-Tahrim : 6). 

1. Tanggung Jawab Keluarga
Dasar-dasar tanggung jawab orang tua terhadap pendidikan anaknya antara lain sebagai berikut :
a. Adanya mutivasi atau dorongan cinta kasih yang menjiwai hubungan orang tua dan anak.
b. Pemberian motivasi kewajiban moral sebagai konsekuensi kedudukan orang tua terhadap keturunannya. Adanya tanggung jawab moral ini meliputi nilai-nilai agama atau nilai-nilai spiritual. Menurut para ahli bahwa penanaman sikap beragama baik pada masa anak-anak sekitar 3 sampai 6 tahun.
c. Tanggung jawab sosial adalah bagian dari keluarga yang pada gilirannya akan menjadi tanggung jawab masyarakat, bangsa dan negara.
Terjalinnya hubungan antara orang tua dengan anak adalah pertolongan kepada anak dalam membimbing mereka agar perkembangannya menjadi sempurna sebagaimana yang diharapkan.
d. Memelihara dan membesarkan anak
Tanggung jawab ini merupakan dorongan alami untuk dilaksanakan karena anak memerlukan makan, minum dan perawatan, agar ia dapat secara berkelanjutan atau di samping itu ia bertanggung jawab dalam hal melindungi dan menjamin kesehatan anaknya baik secara jasmaniyah maupun rohaniyah dari berbagai gangguan penyakit atau bahaya lingkungan yang dapat membahayakan diri anak tersebut.
e. Memberikan pendidikan dengan berbagai ilmu pengetahuan dan keterempilan yang berguna bagi kehidupan anak kelak sehingga bila dewasa akan mampu mendiri.

B. Pendidikan dalam Sekolah

Secara sederhana sekolah merupakan lembaga pendidikan, tempat peserta didik melakukan interaksi proses belajar mengajar (menurut tingkatan atau jurusan tertentu), secara formal batasan ini memberikan suatu lembaga pelaksa internalisasi nilai-nilai dari suatu kebudayaan kepada peserta didik secara terarah dan memiliki tujuan dalam perspektif pendidikan islam. Setidaknya ada dua sendi asasi bagi proses tersebut.

1. Tujuan yang jelas sebagai bentuk pengabdian kepada Allah SWT.
2. Memiliki kurikulum yang sistematism, dan memuat materi bagi terjadinya proses berfikir dan bertingkah laku yang sesuai dengan nilai-nilai ilahiyah kepada peserta didik.
Meskipun sekolah merupakan sarana transformasi kebudayaan suatu mesyarakat, namun eksistensi kebudayaan secara umum, eksistensinya hanya merupakan subculture dari totalitas kebudayaan manusia, kondisi ini menjadikan sekolah sebagai lembaga yang paling besar peranannya dalam proses dinamika budaya manusia.
Hal ini desebabkan oleh tiga faktor :
1. Sekolah merupakan tempat berkumpulnya peserta didik yang berasal dari latar belakang kebudayaan yang berbeda. dalam hal ini sekolah berfungsi untuk mengakumulasi berbagai bentuk latar belakang kebudayaab berbagai kebudayaan peserta didik dalam suatu bentuk sistem kebudayaan.
2. Eksistensi sekolah merupakan miniatur untuk melihat sejauh mana maju mundurnya suatu negara.
3. Sekolah merupakan tempat dimana peserta didik menerima berbagai macam bentuk keterampilan yang secara pragmatis dapat di pergunakan dalam kehidupan nya.
Dalam konteks ini, ada delapan fungsi sekolah :
1). Yaitu untuk mempersiapak anak untuk suatu pekerjaan
2). Memberikan keterampilan dasar
3). Membuka kesempatan, memperoleh nasib
4). Menyediakan tenaga pembangunan
5). Membantu memecahkan masalah sosial
6). Mentransfer kebudayaan
7). Membentuk manusia sosial
8). Alat mentransfer kebudayaan.

C. Macam-macam Sekolah

Sekolah sebagai lembaga pendidikan sebenarnya mempunyai banyak ragamnya dan hal ini tergantung dari mana melihatnya.
a. Ditinjau dari segi yang mengusahakan
1. Sekolah Negeri : Yaitu sekolah yang diusahakan oleh pemerintah baik dari segi pengadaan fasilitas keuangan maupun pengadaan tenaga pengajar.
2. Sekolah Swasta : Yaitu sekolah yang diusahakan oleh selain pemerintah yaitu badan-badan swasta.
b. Di tinjau dari sudut tingkatan
Menurut UU Nomor 20 tahun 2004, jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.
1. Pendidikan dasar terdiri dari
a. Sekolah dasar / madrosah ibtidaiyah
b. SMP /MTS
2. Pendidikan menengah terdiri dari
a. SMA atau MA
b. SMK dan MAK
3. Pendidikan tinggi terdiri dari
a. Akademi
b. Institut
c. Sekolah tinggi
d. Universitas
c. Di tinjau dari sifatnya
1. Sekolah umum
Sekolah umum adalah sekolah yang belum mempersiapkan anak dalam spesialisasi pada bidang pekerjaan tertentu. Sekolah ini penekanannya adalah sebagai persiapan mengikuti pendidikan yang lebih tinggi tingkatannya termasuk termasuk dalam hal ini adalah SD / MI / SMP / MTs / SMA / MA.
2. Sekolah kejuruan
Ini adalah lembaga pendidikan sekolah yang mempersiapkan anak untuk menguasai keahlian-keahlian tertentu seperti : SMEA, MPK (MAK), SMKK, STM dan sebagainya.

D. Pendidikan dalam Masyarakat

Dalam fungsinya sebagai makhluk sosial, manusia dalam kehidupan sementara berhubungan dan memerlukan bantuan orang lain. Oleh karena itu tidak mungkin bisa hidup secara layak tanpa berinteraksi dengan lingkungan masyarakat dimana mereka berada.
Secara sederhana masyarakat (lingkungan sosial) dapat di artikan sebagai kelompok individu pada suatu komonitas yang terikat oleh satu kesatuan visi kebudayaan yang mereka sepakati bersama. Setidaknya ada dua macam bentuk masyarakat dalam komonitas kehidupan masyarakat.
a. Kelompok Primer :
Yaitu kelompok dimana manusia mula-mula berinteraksi dengan orang lain secara langsung seperti keluarga dan masyarakat secara umum.
b. Kelompok Sekunder
Yaitu kelompok yang dibentuk secara sengaja atas pertimbangan dan kebutuhan tertentu seperti perkumpulan profesi, sekolah, partai politik dan sebagainya. kesatuan visi ini secara luas kemudian membentuk imbangan yang komonikatif dan dinamis, sesuai dengan dinamika tuntutan perkembangan zamannya dalam konteks pendidikan masyarakat menerapkan lingkungan ketiga setelah keluarga dan sekolah pendidikan yang dialami dalam masyarakat inidimulai ketika anak-anak untuk beberapa waktu setelah lepas dari asuhan keluarga dan benda diluar dari pendidikan, sekolah dengan demikian berarti pengaruh pendidikan tersebut tampaknya lebih luas.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Pendidikan tidak hanya dapat di tempuh di sekolah-sekolah umum atau yang lainnya, namun, pendidikan juga bisa di tempuh di luar sekolah, seperti keluarga, lingkungan atau masyarakat dan lain sebagainya.
Karena disitu terdapat peserta didik dan pendidikan yang berupa orang tua dan anak dalam keluarga. dan dari sanalah mereka itu terdidik dan mendidik, hingga mereka itu terproduk menjadi insan kamil di dunia dan akhirat. Dimana mereka mendapatkan suatu hal yang baru, disitulah pendidikan itu berada.

B. Saran

Bagi penanggung jawab pendidikan dan dalam hal ini adalah pemerintah, hendaknya mulai mereformulasi sistem pendidikan Islam dengan mengimplementasikan strategi pendidikan Islam dengan mengedepankan pertimbangan yang terbaik bagi negara tersebut agar kualitas peserta didik lebih baik.
Bagi para akademisi, pemerhati pendidikan dan stake holder lainnya, agar ikut andil dan saling bekerja sama dalam meningkatkan kualitas melalui pendidikan Islam yang dimanifestasikan, misalnya melalui rencana pendidikan, baik berjangka panjang ataupun pendek, tujuan pendidikan, komponen kurikulum, pelatihan tenaga kependidikan, maupun anggaran pendidikan, sehingga spirit untuk selalu memajukan dan mengembangkan pendidikan Islam tak akan pernah padam.
Bagi setiap individu muslim, hendaknya mampu meningkatkan kualitas ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) dengan iman dan taqwa (imtaq), terutama dengan metode tazkiyah al-nafs sehingga menjadi pribadi muslim yang tangguh (insan shaleh).

DAFTAR PUSTAKA

Metodologi Pendidikan. Jakarta : CV Rajawali Pers 1985
Arifin, H.M. Flisafat Pendidikan Islam. Bumi Aksara. 1993
Hasbullah. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta : 2005
Dr, Samsul Nizar M.A. Pengantar Dasar Pemikiran Pendidikan Islam. Gaya Media Pratama. Jakarta : 2001
Prof Dr. Ramayulis, M,A Dalam Dasar-Dasar Pendidikan Islam, Media Permata, 2001.


mohon ... klo udah baca posting kami, jangan lupaaaaaaaaaaaa kasi komentar yaaa .... n saran konstruktif ....................


thanks yaa atas komentar kaliaaannnnnnnnnnnnnnn !!!!!