FORMAT IDEOLOGI PENDIDIKAN ISLAM
Selain pada muamalah yang berkenaan dengan akidah (keimanan) dan ibadah khusus (mahdah) yang bersifat baku dan operasional, Islam hanya memberikan pedoman hidup yang bersifat fundamental dengan nilai-nilai transcedental yang sesuai dan menjadi kebutuhan hidup manusia. Dengan kata lain, nilai-nilai implementasinya sebagian besar diserahkan kepada manusia. Demikian halnya dengan pendidikan, maka secara fitrah telah menjadi tugas manusia untuk memikirkan dan mengembangkannya secara terus menerus, seirama dengan perubahan dan tantangan zaman. Ini menuntut para pendidik muslim untuk menyusun konsep pendidikan Islam yang relevan dengan perubahan zaman dan mampu menjawab setiap tantangan berdasarkan nilai-nilai dasar Islam.
A. IDEOLOGI PENDIDIKAN ISLAM
HUMANISME TEOSENTRIS SEBAGAI PARADIGMA IDEOLOGI PENDIDIKAN ISLAM
Sejak awal abad 20 sampai sekarang humanisme merupakan konsep kemanusiaan yang sangat berharga karena konsep ini sepenuhnya memihak pada manusia, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia dsan menfasitasi pemenuhan kebutuhan-kebutuhan manusia untuk memelihara dan menyempurnakan keberadaannya sebagai makhluk mulia. Demikian berharganya konsep ini humanisme ini, maka terdapat sekurang-kurangnya empat aliran penting yang mengklaim sebagai pemilik asli konsep humanisme, yaitu 1) Liberalisme Barat, 2) Marxisme, 3) Eksistensialisme, dan 4) Agama.
Keempatnya memiliki titik-titik kesepakatan mengenai prinsip-prinsip dasar kemanusiaan sebagai nilai universal. Dalam hal ini Ali Syari’ati mendeskripsi ke dalam tujuh prinsip, yaitu:
1) Manusia adaalah makhluk asli, artinya ia mempunyai substansi yang mandiri di antara makhluk-makhluk lain, dan memiliki esensi kemuliaan.
2) Manusia adalah mekhluk yang memiliki kehendak bebas yang merupakan kekuatan paling besar dan luar biasa . Kemerdekaan dan kebebasan memilih adalah dua sifat ilahiah yang merupakan ciri menonojol dalam diri manusia.
3) Manusia adalah makhluk yang sadar (berpikir) sebagai karakteristik manusia yang paling menonjol. Sadar berarti manusia dapat memahami realitas alam luar dengan kekuatan berpikir.
4) Manusia adalah makhluk yang sadar akan dirinya sendiri, artinya dia adalah makhluk hidup satu-satunya yang memuliki pengetahuan budaya dan kemampuan membangun perasadaban.
5) Manusia adalah makhluk kreatif, yang menyebabkan manusia mampu menjadikan dirinya makhluk sempurna di depan alam dan dihadapan tuhan.
6) Manusia makhluk yang punya cita-cita dan merindukan sesuatu yang ideal, artinya dia tidak menyerah dan menerima “apa yang ada”, tetapi selalu berusaha megubahnya menjadi “apa yang semestinya”.
7) Manusia adalah makhluk moral, yang hal ini berkaitan dengan masalah nilai (value).
Humanisme yang diangkat menjadi paradigma ideologi Islam pada dasarnya juga bertolak dari ketujuh prinsip dasar kemanusiaan tersebut yang implisit dalam konsep fitrah manusia. Namun demikian, humanisme dalam pandangan Islam tidak dapat dipisahkan dari prinsip teosentrisme. Dalam hal ini, keimanan ”tauhid” sebagai inti ajaran Islam, menjadi pusat seluruh orientasi nilai. Namun perlu diperjelas, bahwa semua itu kembali untuk manusia yang dieksplisitkan dalam tujuan risalah Islam, rahmatan lil ’alamin (rahmat bagi seluruh alam).
B. PENGERTIAN PENDIDIKAN ISLAM
Secara terminologis, dijabarkah bahwa rabba, ‘allama, addaba dapat ditemukan kata-kata atau istilah-istilah yang pengertiannya terkait dengan pendidikan, yaitu
Dalam bahasa Arab, kata-kata rabba, ‘allama, dan addaba tersebut di atas mengandung pengertian sebagai berikut :
a. Kata kerja rabba yang masdarnya tarbiyahtan memiliki beberapa arti, antara lain mengasuh, mendidik dan memelihara. Di samping kata rabba ada kata-kata yang serumpun dengannya yaitu rabba yang berarti memiliki, memimpin, memperbaiki, menambah. Rabba juga berarti tumbuh atau berkembang.
b. Kata kerja ‘allama yang masdarnya ta’liman berarti mengajar yang lebih bersifat pemberian atau penyampaian pengertian, pengetahuan, dan keterampilan.
Kata kerja addaba yang masdarnya ta’diban dapat diartikan mendidik yang secara sempit mendidik budi pekerti dan secara lebih luas meningkatkan peradaban. Muhammad Naqib Al-Attas dalam bukunya, konsep Pendidikan Islam, dengan gigih mempertahankan penggunaan istilah ta’dib untuk konsep pendidikan Islam, bukan tarbiyah, dengan alasan bahwa dalam istilah ta’dib , mencakup wawasan ilmu dan amal yang merupakan esensi pendidikan Islam.
Ketiga istilah tersebut (tarbiyah,ta’lim, dan ta’dib) merupakan satu kesatuan yang saling terkait artinya, bila pendidikan dinisbatkan kepada ta’dib ia harus melalui pengajaran (ta’lim) sehingga dengannya diperoleh ilmu. Agar ilmu dapat dipahami, dihayati, dan selanjutnya diamalkan oleh peserta didik perlu bimbingan (tarbiyah).
Istilah tarbiyah masdar dari rabba serumpun dengan akar kata rabb (Tuhan). Oleh karenanya tarbiyah yang berarti mendidik dan memelihara implisit di dalamnya istilah rabb (Tuhan) sebagai rabb al-‘alamin.
Berkenaan dengan masalah ini ‘Abdur-Rahman an-Nahlawi menjabarkan konsep at-tarbiyah dalam empat unsur:
- Memelihara pertumbuhan fitrah manusia
- Mengarahkan perkembangan fitrah manusia menuju kesempurnaannya.
- Mengembangkan potensi insani (sumber daya manusia) untuk mencapai kualitas tertentu.
- Melaksanakan usaha-usaha tersebut secara bertahap sesuai dengan irama perkembangan anak.
Implikasi penggunaan istilah dan konsep tarbiyah dalam pendidikan Islam ialah :
1. Pendidikan bersifat humanis-teosentris artinya berorientasi pada fitrah dan kebutuhan dasar manusia, yang diarahkan sesuai dengan sunnah (skenario) tuhan “pencipta”.
2. Pendidikan bernilai ibadah karena tugas pendidikan merupakan bagian tugas dari kekhalifaannya, sedangkan pendidikan yang hakiki adalah Allah “Rabbul’alamin”.
3. Tanggung jawab pendidikan tidak hanya kepada sesama manusia tetapi juga kepada tuhan.
Mengingat betapa luas dan kompleksitasnya risalah Islamiyah maka sebenarnya yang dimaksud dengan pengertian pendidikan Islam ialah: “Segala usaha untuk memelihara dan mengembangkan fitrah manusia serta sumber daya manusia yang ada padanya menuju terbentuknya manusia seutuhnya (insan kamil) sesuai dengan norma Islam.”
Dalam terminologi yang lebih luas, pengertian pendidikan agama Islam ialah “usaha yang lebih khusus ditekankan untuk mengembangkan fitrah keberagaman (religiousitas) subyek didik agar lebih mampu memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam.”
A. Fungsi Pendidikan Islam
Dari pengertian pendidikan Islam di atas fungsi pendidikan Islam dapat berarti memelihara dan mengembangkan fitrah dan sumber daya manusia menuju terbentuknya manusia seutuhnya (insan kamil) yakni manusia berkualitas sesuai dengan pandangan Islam.
Ditinjau dari segi antropologi budaya dan sosiologi, fungsi pendidikan yang pertama ialah menumbuhkan wawasan yang tepat mengenai manusia dan alam sekitarnya, sehingga dengan demikian dimungkinkan tumbuhnya kemampuan membaca (analisis), kreativitas dalam memajukan hidup dan kedidupannya dan membangun lingkungannya.
Dari kajian antropologi dan sosiologi secara sekilas diatas dapat kita ketahui adanya tiga fungsi pendidikan;
1. Mengembangkan wawasan subjek didik mengenai dirinya dan alam sekitarnya, sehingga dengannya akan timbul kemampuan membaca (analisis), akan mengembangkan kreativitas dan produkstivitas.
2. Melestarikan nilai-nilai insani yang akan menuntun jalan kehidupannya sehingga keberdaannya, baik secara individual maupun sosial, lebih bermakna.
3. Membuka pintu ilmu pengetahuan dan keterampilan yang sangat bermanfaat bagi kelangsungan dan kemajuan hidup individu maupun sosial.
Apabila dari kajian antropologi dan sosiologi tersebut dikembalikan pada sudut pandang Al-Qr’an sebagai sumber utama pendidikan Islam, maka fungsi pertama dan terutama pendidikan Islam adalah memberikan kemampuan membaa (iqra’) pada peserta didik.
Dengan menegembalikan kajian antropologi dan sosiologi ke dalam perspektif al-Qur’an dapat disimpulkan bahwa fungsi pendidikan Islam ialah :
1. Mengembangkan wawasan yang tepat dan benar mengenai jati diri manusia, alam sekitarnya dan mengenai kebesaran ilahi, sehingga tumguh kemampuan membaca (analisis) fenomena alam dan kehidupan serta memahami hukum-hukum yang terkandung di dalamnya. Dengan kemampuan ini akan menumbuhkan kreativitas dan produktivitas sebagai implementasi identifikasi diri pada tuhan “pencipta”.
2. Membebaskan manusia dari segala anasir yang dapat merendahkan martabat manusia (fitrah manusia), baik yang datang dari dalam dirinya sendiri maupun dari luar.
3. Mengembangkan ilmu pengetahuan untuk menopang dan memajukan kehidupan baik individu maupun sosial.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar