R E S U M E
P R O S A F I K S I
Tentang Dasar-Dasar Prosa Fiksi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT. yang telah memberikan rahmad dan hidayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik. Namun tugas ini masih banyak kekurangan sehingga kami memerlukan kritik dan saran dari pembaca untuk mengetahui kekurangan-kekurangan tersebut.
Selain itu kami ucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang membantu terselesainya tugas ini khusunya dosen yang telah memberikan tugas ini.
B A B I
PENGERTIAN DAN UNSUR
PENGERTIAN
Prosa dalam pengertian kesastraan juga disebut Fiksi (fiction), teks naratif (narrative text) atau wacana naratif (narrative discource). Istilah fiksi dalam pengertian ini berarti cerita rekaan atau cerita khayalan.
Fiksi menceritakan berbagai masalah kehidupan manusia dalam interaksinya dengan lingkungan dan sesama interaksinya dengan diri sendiri, serta interaksinya dengan Tuhan. Fiksi tidak sepenuhnya berupa khayalan. Membaca sebuah karya fiksi berarti menikmati cerita, menghibur diri untuk memperoleh kepuasan batin. Kebenaran dalam karya fiksi tidak harus sama dan memang tak perlu disamakan dengan kebenaran yang berlaku didunia nyata. Hal itu disebabkan dunia fiksi yang imajinatif dengan dunia nyata masing-masing memiliki sistem hukumnya sendiri. Dunia kesastraan terdapat suatu bentuk karya sastra yang mendasarkan diri pada fakta. Karya fiksi tersebut dikenal dengan sebutan fiksi nonfiksi (nonfiction fiction).
UNSUR-UNSUR FIKSI
- Unsur Intrinsik
Unsur intrinsik adalah unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra, unsur yang secara faktual akan dijumpai jika orang membaca karya sastra. Unsur yang dimaksud misalnya peristiwa, cerita, plot, penokohan, tema, latar, sudut pandang, bahasa, dan lain-lain.
- Unsur Ekstrinsik
Unsur ekstrinsik adalah unsur yang barada diluar karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisasi karya sastra. Misalnya keadaaan lingkungan pengarang seperti ekonomi, politik, dan sosial.
BAB III
T E M A
A. Cara mencari tema :
1. Mencari makna / hal-hal yang diungkap atau dibahas.
2. Memilih makna yang paling banyak merasuki cerita.
B. Penggolongan tema :
1. Tema mayor
2. Tema minor
3. Tema tradisional
4. Tema nontradisional
Tema mayor adalah makna pokok cerita yang menjadi dasar atau gagasan dasar umum karya itu, atau bisa disebut juga tema yang paling utama.
Tema minor adalah makna yang hanya terdapat pada bagian-bagian cerita atau bisa disebut juga tema sebagian.
Tema tradisional adalah hal-hal yang dianggap otomatis terjadi sendiri di masyarakat.
Tema nontradisional adalah tema yang mengangkat sesuatu yang tidak lazim atau nontradisional.
Tema sebuah karya sastra selalu berkaitan dengan makna atau pengalaman kehidupan, melalui karyanya pengarang menawarkan makna tentang kehidupan, mengajak pembaca untuk melihat, merasakan dan menghayati makna kehidupan tersebut dengan cara memandang permasalahan itu sebagaimana ia memendangnya. Tema dapat dipandang sebagai dasar cerita, gagasan dasar umum, sebuah karya novel, gagasan dasar umum inilah yang tentunya telah ditentukan sebelumnya oleh pengarang yang dipergunakan untuk mengembangkan cerita.
BAB III
A L U R
A. KAIDAH ALUR
1. Peristiwa
Adalah peralihan dari satu keadaan ke keadaan yang lain.
− Peristiwa fungsional adalah peristiwa-peristiwa yang menentukan dan atau mempengaruhi perkembangan alur. Urutan peristiwa fungsional merupakan inti cerita sebuah karya fiksi yang bersangkutan jika sejumlah peristiwa fungsional ditanggalkan, maka akan menyebabkan cerita menjadi lain bahkan kurang logis.
− Peristiwa kaitan adalah peristiwa yang berfungsi mengaitkan peristiwa penting. Peristiwa kaitan kurang mempengaruhi pengembangan alur cerita, sehingga seandainya ditanggalkan pun, tidak akan mempengaruhi logika cerita.
− Peristiwa acuan adalah peristiwa yang tidak secara langsung berpengaruh atau berhubungan dengan perkembangan alur, melainkan mengacu pada unsur-unsur lain.
2. Konflik
Adalah kejadian yang tergolong penting atau hal yang menyebabkan tokoh menjadi tidak enak. Konflik terdiri dari konflik eksternal dan konflik internal.
− Konflik eksternal : Konflik yang terjadi antara seorang tokoh dengan sesuatu yang diluar dirinya, mungkin dengan lingkungan alam dan manusia.
− Konflik fisik : Antara tokoh dengan alam.
− Konflik internal : Konflik yang ada dalam diri tokoh.
3. Klimaks
Adalah peristiwa yang membawa perubahan nasib dari tokoh.
− Plausibilitas : Suatu hal yang dapat dipercaya sesuai dengan logika cerita.
− Tegangan : Dibuat oleh pengarang agar pembaca mempunyai rasa ingin tahu.
− Surprise : Sesuatu yang bersifat mengejutkan jika sesuatu yang dikisahkan atau kejadian yang ditampilkan menyimpang.
− Kepaduan : Unsur yang ditampilkan, khususnya peristiwa fungsional, kaitan dan acuan memiliki keterkaitan satu sama lain.
B. TAHAPAN ALUR
1. Tahapan awal : Tahap awal sebuah cerita biasanya disebut tahap perkenalan yang berisi sejumlah informasi penting yang berkaitan dengan berbagai hal yang akan dikisahkan pada dahap berikutnya. Misalnya berupa pengenalan latar, pengenalan tokoh.
Fungsi pokok tahap awal adalah untuk memberikan informasi dan penjelasan seperlunya khususnya yang berkaitan dengan pelataran dan penokohan.
2. Tahap tengah : Menampilkan pertentangan atau konflik yang sudah mulai pada tahap sebelumny, menjadi semakin meningkat, semakin menegangkan.
3. Tahap akhir : Tahap akhir sebuah cerita, atau dapat juga disebut sebagai tahap pelarian, menampilkan adegan tertentu sebagai akibat klimaks. Bagian ini berisi bagaimana kesudahan cerita, atau menyaran pada hal bagaimanakah akhir sebuah cerita.
C. PEMBEDAAN ALUR
1. Berdasarkan Kriteria Waktu
Dibedakan menjadi dua yaitu kronologis dan takkronologis. Yang pertama disebut sebagai alur lurus, maju atau dapat juga dinamakan progresif. Sedangkan yang kedua adalah sorot balik, mundur, flask back atau juga disebut regresif.
− Alur lurus : Alur yang dimulai dari depan / awal.
− Alur flash back : Alur yang tak harus dimulai dari awal cerita.
2. Berdasarkan Kriteria Jumlah
− Alur tunggal : Didalam cerita hanya menceritakan satu orang tokoh.
− Sub sublur : Didalam sebuah cerita, menceritakan banyak tokoh.
3. Berdasarkan Kriteria Kepadatan
− Alur padat : Menceritakan satu tokoh dalam satu cerita. Peristiwa fungsional terjadi susul menyusul dengan cepat, hubungan antar peristiwa terjalin secara erat dan pembaca seolah-olah dipaksa untuk terus mengikutinya.
− Alur longgar : Pergantian peristiwa berlangsung lambat disamping hubungan antar peristiwa tersebut pun tidaklah erat benar.
4. Berdasarkan Kriteria Isi
− Alur peruntungan : Berhubungan dengan cerita yang mengungkapkan nasib, peruntungan yang menimpa tokoh utama cerita yang bersangkutan.
− Alur tokohan : Alur tokohan menyaran pada adanya sifat pementingan tokoh, tokoh yang menjadi pusat perhatian.
− Alur pemikira : Mengungkapkan sesuatu yang menjadi bahan pemikiran, keinginan, perasaan, berbagai macam obsesi dan lain hal yang menjadi masalah hidup dan kehidupan manusia.
BAB IV
P E N O K O H A N
MACAM-MACAM TOKOH
- Tokoh utama : Tokoh yang paling banyak diceritakan dalam sebuah cerita baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenal kejadian.
- Tokoh tambahan : Tokoh yang dihadirkan sekilas dalam sebuah cerita.
- Tokoh sederhana : Tokoh yang hanya memiliki satu kualitas pribadi tertentu, satu sifat watak yang tertentu saja.
- Tokoh bulat : Tokoh yang memiliki dan diungkap berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadian dan jati dirinya.
- Tokoh statis : Tokoh cerita yang secara esensial tidak mengalahmi perubahan dan atau perkembangan perwatakan sebagai akibat adanya peristiwa yang terjadi.
- Tokoh berkembang : Tokoh cerita yang mengalami perubahan dan perkembangan perwatakan sejalan dengan perkembangan peristiwa dan alur yang dikisahkan.
- Tokoh tipikal : Tokoh yang hanya sedikit ditampilkan keadaan individualitasnya dan lebih banyak ditonjolkan kualitas pekerjaan atau kebangsaannya atau sesuatu yang bersifat mewakili.
- Tokoh netral : Tokoh yang bereksistensi demi cerita itu sendiri yang merupakan tokoh imajiner yang hanya hidup dan bereksistensi dalam dunia fiksi.
BAB V
PELATARAN / SETTING
Latar atau setting disebut juga sebagai landasan tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan..
Unsur latar :
1. Latar tempat : Menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi, unsur tempat yang dipergunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, mungkin lokasi tertentu tanpa nama jelas.
2. Latar waktu : Berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa. Peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah kapan tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu faktual waktu yang ada kaitannya dengan peristiwa sejarah.
3. Latar sosial : Menyarankan pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat disuatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap dan lain-lain.
- Hubungan latar belakang dengan tokoh :
Peristiwa yang dialami tokoh dalam peristiwa didukung oleh latar tempat dan waktu.
- Anakronisme :
Cerita tidak adanya kesesuaian, cerita menjadi tidak masuk akal. Penyebab anakronisme mungkin berupa penggunaan dua waktu yaitu masuknya waktu lampau kedalam cerita yang berlatar waktu kini atau sebaliknya masuknya waktu kini kedalam cerita yang berlatar lampau.
BAB VI
PENYUDUTPANDANGAN (POINT OF VIEW)
Sudut pandang menyaran pada cara sebuah cerita dikisahkan yang merupakan cara dan atau pandanga yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca. Dengan demikian, sudut pandang pada hakikatnya merupakan strategi, teknik, siasat yang secara sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan dan ceritanya.
Hubungan sudut pandang dengan tokoh
1. Watak tokoh dapat diketahui dari sudut pandang.
2. Untuk mengetahui latar belakang sosial budaya.
3. Bisa membuat tokoh antagonis dan protagonis.
Hubungan latar dengan sudut pandang
Melalui sudut pandang kita bisa mengetahui latar atau suasana apa yang akan digunakan oleh pengarang.
BAB VII
B A H A S A
Sebuah karya fiksi umumnya dikembangkan dalam dua bentuk penuturan yaitu narasi dan dialog. Kedua bentuk tersebut hadir secara bergantian. Sehingga cerita yang ditampilkan menjadi tidak bersifat monoton, terasa variatif dan segar.
Percakapan yang hidup dan wajar, walau hal itu terdapat dalam sebuah novel, adalah percakapan yang mirip dengan situasi nyata penggunaan bahasa. Bentuk percakapan yang demikian bersifat pragmatik.
Stile / gaya bahasa : Cara pengucapan bahasa dalam prosa atau bagaimana seorang pengarang mengungkapkan sesuatu yang akan dikemukakan.
Statistika : Kajian terhadap wujud performansi kebahasaan, khususnya yang terdapat di dalam karya sastra yang bertujuan untuk menentukan seberapa jauh dan dalam hal apa bahasa yang dipergunakan itu memperlihatkan penyimpangan dan bagaimana pengarang mempergunakan tanda-tanda linguistik untuk memperoleh efek khusus.
Unsur gaya bahasa
1. Unsur leksikal : Mengacu pada pengertian penggunaan kata-kata tertentu yang sengaja dipilih oleh pengarang.
2. Unsur gramatikal : Unsur yang menyaran pada pengertian struktur kalimat.
3. Retorika : Merupakan suatu cara penggunaan bahasa untuk memperoleh efek estetis yang dapat diperoleh melalui kreativitas pengungkapan bahasa yaitu pengarang menyiasati bahasa sebagai sarana untuk mengungkapkan gagasannya.
4. Kohesi : Antara bagian kalimat yang satu dengan yang lain, terdapat hubungan yang bersifat mengaitkan antar bagian kalimat atau antar kalimat.
Pencitraan : Merupakan sebuah gambaran pengalaman indera yang diungkapkan lewat kata-kata gambaran berbagai pengalaman sensuris yang dibangkitkan oleh kata-kata.
BAB VIII
AMANAH DAN PESAN
1. Penyampaian Langsung
Artinya pesan yang ingin disampaikan, atau diajarkan kepada pembaca itu dilakukan secara langsung. Pengarang dalam hal ini, tampak bersifat menggurui pembaca secara langsung memberikan nasihat dan petuahnya secara komunikatif.
2. Penyampaian Tidak Langsung
Cara ini kurang komunikatif, artinya pembaca belum tentu dapat menangkap apa sesungguhnya yang dimaksudkan pengarang. Karena kurang ada pretensi pengarang untuk langsung menggurui pembaca.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar