"الله جميل يحبّ الجمال"

Allah Itu Indah, Mencintai Keindahan

Minggu, 16 Agustus 2009

Aplikasi kaidah المشقة تجلب تيسير

MAKALAH

Aplikasi kaidah

المشقة تجلب تيسير

(Pengertian Masyaqqatul Tajlibut Thaisyir ,

Macam Kelonggaran Atau Keringanan Syara’, Sebab- Sebab Keringanan Dalam Ibadah , Hukum Rukhsoh )

Ach. Mulyadi M. Ag

DALAM RANGKA MEMENUHI TUGAS

MATA KULIAH Qawaidul Fiqhiyah “

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI

PAMEKASAN MADURA

2007

BAB I

PENDAHULUAN

Latar belakang masalah

Pada dasarnya didalam pelaksanaaan hukum islam tidak ada istilah memberatkan kaumnya dalam melaksanakan syariah namun keadaaan lingkungan social yang ada di sekitar kita pada saaat ini tidak sedikit orang yang beranggapan bahwa hukum – hukum Islam yang di laksanakan banyak yang memberatkan meskipun pada haekatnya , orang islam bisa melakukan hukum – hukum nya sesuai dengan kemampuan mereka sesuai Fiman allah surat al-baqarah ayat 286

لا يكلف الله نفسا الا وسعها

Artinya ; Allah tidak membebani sese orang melainkan sesuai dengan kesanggupannya

Pandangan itu semua tidaklah lepas dari karena keterbatasan pengetahuan mereka tentang hukum – hukum Islam yang mereka terima. Oleh karena itu sepantasnyalah jika kita menguraikan sekelumet hukum sebagai solusi untuk menyelesaikan beberapa masalah itu sehingga dengan tulisan ini mereka mengerti bahwa dalam pelaksanaan hukum – hukum Islam itu tidak memberatkan atau menyusahkan . bahkan dengan adanya kesusahan atau sesuatu yang memberatkan menurut pandangan kita ,itu dapat mendatangkan kemudahan atau rukhshah dalam hukum syariat. Oleh karena itu ketika kita menghadapi kesukaran maka kita bisa melaksanakan hukum sesuai dengan kemampuan kita . seperti halnya ketika kita melaksanakan puasa dalam perjalanan, sakit , hamil ,menyusui,lupa ingatan (gila) dan ketika lanjud usia dalam keadaan yang sulit maka kita diperbolehkan meninggalkan puasa .

Rumusan masalah

Sesuai dengan latar belakang masalah sebagai mana yang telah kami tulis diatas maka perlu disusun suatu perumusan masalah , hal ini dimaksutkan untuk tidak terjadinya kesimpang siuran dan penafsiran antara penulis dengan pembaca .dengan demikian maka perumusan masalah dalam makalah ini ,penulis akn berpijak pada masalah yang telah diuraikan dimuka . Adapun perumusan masalah yang dijadikan ukuran dalam makalah ini adalah aplikasi qaidah al- masaqqatu tajlibuttaisi terhadap hukum :

Tujuan

1. Penulisan Makalah “ المشقة تجلب تيسير “ Ini Bertujuan Agar Dapat Mengetahui Bagaimanakah Pengertian Masyaqqatul Tajlibut Thaisyir , Macam Kelonggaran Atau Keringanan Syara’, Sebab- Sebab Keringanan Dalam Ibadah , Hukum Rukhsoh

2. Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi para pembaca ketika dalam keadaan kesulitan dalam melaksanakan syariat islam.

BAB II

APLIKASI QOIDAH AL – MASYAQQATUL TAJLIBUT THAISYIR

Pengertian Masyaqqatul Tajlibut Thaisyir

Masyaqqah dalam arti bahasa adalah menyusahkan , memberatkan atau menyulitkan dalam arti istilah musyaqqah adalah kesukaran yang dihasilkan dari mengerjakan sesuatu perbuatan di luar kebiasaan .[1] Attaisir artinya sesuatu yang memudahkan , meringankan . dengan demikian maka maqsud dari المشقة تجلب تيسير adalah sesuatu yang menyulitkan itu dapat menimbulkan sebuah kemudahan ( rukhshah ) atau takhlif syari’ah dan dia melengkapi darurat sebagai mana melangkapi hajat . sedangkan Darurat adalah apa yang harus dilakukan manusia untuk memelihara agamanya atau jiwanya , atau akalnya , atau keturunananya atau hartanya dari kebinasaan . dan hajat itu adalah sesuatu yang harus dilakukn untuk kebaikan kehidupan[2] dan rukhshah adalah apa yang disyariatkan allah dari pada hukum –hukum sebagai keringanan bagi mukallaf dalam keadaan khusus yang menghedaki keringanan [3]

Dengan kata lain qaidah ini di maksudkan agar syariat islam bisa di laksanakan oleh seorang muslim / mukallaf kapan saja dan di mana saja , yakni dengan memberikan jalan untuk menghindari kesukaran dengan mengadakan pengecualian hukum dengan memperhatikan tabiat manusia dan kemampuan manuasia memikul hukum .Meskipun pada asalnya hukum itu umum sifatnya , yaitu tidak melihat kepada sesuatu keadaaan tertentu atau seseorang tertentu . Haya saja kadang – kadang dalam pelaksanaannya menimbulkan kesukaran .

Oleh sebab itu perlu diadakan jalan untuk menghindari kesukaran dengan mengadakan pengecualian hukum . Maka atas dasar ini telah di syariatkan banyak hukum - hukum itu diperhatikan tabiat manusia dan kemampuan manusia memikul hukum , hal ini berlaku bagi seluruh hokum Islam , karena hukum Islam mengenai segala aspek hidup baik mengenai hukum yang ada di dalam pengadilan atau yang berada di luar pengadilan.. Karenannya boleh bagi orang yang sedang sakit tidak melakukan puasa namun harus mengganti puasanya di luar bulan ramadon sesuai jumlah hari yang ditinggalkannya, tetapi lebih utama bila dapat berpuasa walaupun dengan susah payah .

Selain itu , dengan kaidah ini di maksudkan agar syariat Islam dapat dilaksanakan oleh mukallaf kapan dan di mana saja , yakni dengan memberitahukan kelonggaran atau keringanan disaat seseorang hamba mejumpai kesukaran dan kesempitan . Dan pengertian ini sesuai dengan hadist yang diriwayatkan oleh ibnu Mardawaihi dari hadis Ahjan bin Adra; yang artinya “ Sesungguhnya Allah haya saja menghendaki dengan umat ini kemudahan dan tidak menghendaki kepada mereka kesempitan.

Dan firman Allah surat al baqarah ayat 185 yang berbunyi

يريد الله بكم اليسر ولا يريد بكم العسر [4]

Artinya ; Allah menghendaki kelonggaran bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu

Macam Kelonggaran atau keringanan syara’

Syekh ‘ Izzuddin mengatakan Kelonggaran atau keringanan syara’ ada enam macam .

1. Keringanan yang dapat melepaskan kewajiban seperti: terhapusnya kewajiban mendirikan sembnahyang jum’at, haji , umroh, dan jihad karena ada uzur

2. Keringanan yang bersifat mengurangi perbuatan – perbuatan dalam ibadah dri perbuatan – perbuatan yang biasa seperti: sembahyang qashar.

3. Keringanan dengan cara mengganti derngan yang lainnya umpamanya dalam penggantian wudhu dan mandi wajib dengan tayammum, berdiri dalam sembahyang dengan duduk dan berbarung , dan puasa diganti dengan memberi makanan dalam membayar kaffarah.

4. Keringanan dengan cara dimajukan dari waktu yang semestinya umpamanya dalam sembahyang jamak taqdim, mendahulukan zakat dari haulnya, membayar zakat fitrah pada awal bulan ramadhon , membayar kafarah dosa.

5. Keringanan dengan cara menundanya dari waktu yang telah ditetapkan seperti sembahnyang jamak ta’hir , penunda puasa romadhon bagi orang yang sakit dan orang yang mushafir, penundaan sembahyang bagi orang yang memberikan pertyolongan kepada orang yang tenggelam.

6. Keringanan rukhsah seperti sembahnyangnya orang yang beristinja’ dengan mempergunakan batu padahal najis belum dapat di hilangkan sama sekali dengan batu itu., memakan najis seabgai obat . , meminum tuak untuk menghilangkan makanan yang melekat di tenggorokan.

Sebab- Sebab Keringanan Dalam Ibadah

Sebab- sebab keringanan dalam ibadah itu menurud jalaluddin Assuyuti ada tujuh

1. karena annaqsu ( kekurangan )kekurangan adalah semacam kesukaran, manusia menghendaki dan mencintai kesempurnaan maka muna sabah (keterkaitan selanjutnya )di adakan keringanan keringanan di dalam pembebanan hukum atas para mukallaf . di antanya seperti tidak adanya pembebanan hukum atas orang gila , anak kecil

2. Karena syafar ( Khususs dalam perjalanan yang jarak jauh mengqosaor sholat ). Berbuka puasa , meninggalkan sholat jum’at, boleh menjama’ sholat. . Namun disini perlu kiranya kita mengingat tentang batasan boleh berbuka bagi musyafir menurut pendapat mayoritas ulama’ ada bebrapa versi pertama Bepergian yang sudah mencapai batas diperbolehkan mengqosor sholat. Versi kedua ; Sesuiatu yang sudah di sebut bepergian pendapat ini di dukung oleh Ulama’ ahli Dzohir.

3. Karena sakit . Kepada orang yang sakit banyak sekali diberikan rukhsoh diantaranya bertayammum dikala tidak dapat mempergunakan air,[5] sembahyang berbaring dan menjamak dua sembahyang menurut pendapat yang dipilih oleh annawawi. Berbuka bulan romadhan dan meninggalkan puasa ramahdon bagi orang yang sudah tua serta membayar fitrah. Atau sakit yang apabila digunakan berpuasa akan menjadi masyaqoh dan berbahaya[6] pendapat ini di dukung oleh imam malik Beberapa sebab no 2 dan nomer 3 ini sesuai dengan firman Allah SWT.

فمن كن منكم مرضا او على شفر فعدة من ايام اخر

“ Maka barang siapa diantra kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan ( lalu ia berbuka ), maka, ( wajiblah baginya berpuasa ) sebanyak hari yang di tinggalkan itu pada hari – hari yang lainnya.”

4. Karena terpaksa . dalam pelaksanaannya misalnya jika ada orang dipaksa oleh orang lain / karena sebab adanya paksaaan , maka orang itu diperbolehkan mengucapkan kata- kata kufur asal hati tetap beriman , meninggalkan yang wajib , merusak harta orang lain memakan dan meminum perkara yang di haramkan.

5. Karena lupa , Jika orang itu lupa , maka baginya tidak ada dosa bagi orang yang mengerjakan maksiat, makan dan minum di bulan romadhon apabila ia berpuasa tidak membatalkan puasanya , dan lain – lain. [7]

6. Karena tidak tahu Sehingga dengan ini maka dengan demikian seorang pembeli boleh mengembalikan barang yang di belinya, karena barang itu cacat atau rusak sedang ia tidak mengetahui diwaktu ia membelinya. .

7. Kesulitan dan yang sering berlaku umum sulit dielakkan Misalnya di maafkannya sedikit tempias percikan kencing yang kena di kain dan najis yang bersal dari debu jalan dan sebagainya dari najis – najis yang tidak mungkin dihindarkannya.

Itulah sebab sebab timbulnya keringanan yang telah di kemukakan oleh para ulama ushul setelah mengadakan penelitian yang mendalam pada masalah ini.

Hukum rukhsoh

Menurut beberapa ulama hukum rukhsoh itu ada beberapa macam diantaranya ada yang menjadi :

1. Wajib; misalnya berbuka puasa bagi orang yang tidak mampu dan takut mati karena sangat laparnya dan dahaganya meskipun orang itu mukim , memasukkan tuak pada mulut karena untuk menghilangkan maknan yang melekat pada tenggorokan. Makan bangkai bagi orang yang sangat lapar . hal ini semua dilakukan karena dalam keadaan darurat, miskipun hukum asalnya adalah haram akan tetapi sekiranya ia tidak makan bisa menyebabkan kematian , maka dalam keadaan ini hukum berubah menjadi wajib. Hal ini sesuai dengan qaidah :

الضروراة تبيح المحضرو رات

Keadaan darurat itu membolehkan larangan – larangan

ا لأمر اذا ضا ق اتسع زاذا اتسع الا مر ضا ق

Sesungguhnya urusan – urusan itu apabila telah sempit menjadi luas tetapi ketika sudah selesai maka sempit kembali

2. Sunnah misalnya sembahnyang qashar dalam perjalanan dan berbuka puasa bagi orang yang sulit berpuasa baik karena musafir atau karena sakit , dan menunggu waktu dingin dalam melaksanakan sembahyang dluhur dan melihat perempuan yang dipinang. Dari beberapa hal tersebut hukum asalnya adalah haram , tetapi karena bepergian jauh, maka hukumnya berubah menjadi sunnah , sebab ia di perbolehkan mengkosor sholat.

3. Mubah Seperti Sembahyang jamak dan berbuka bagi orang yang mendapatkan kesulitan, bertayammum bagi orang yang mendapatkan air yang di jual dengan harga lebih tinggi dari harga biasa sedang ia masih mampu membelinya.

4. Makruh . Seperti melaksanakan sembahnyang qoshor dalam perjalanan yang jaraknya kurang dari tiga marhalah. Atau haya 80 km . sholat qashar asal hukumya tidak boleh , karena bepergianya kurang dari 80 km , maka hukumnya berubah menjadi makruh. . Menurut riwayat ibnu Umar dan Ibnu Abbas ra. “ Bahwa orang telah diperbolehkan mengqashar itu , apabila jarak dalam beprgiannya telah mencapai empat burut atau kurang lebiah dari enam belas farsakh, menurut sebagian ulama mazhab dalam menetapkan enam belas farshah ini berbeda – beda diantara. Syafiiyah ,Hanabiyah, dan malikiyah menetapkan enam farshah itu 80,64 KM.

BAB III

KESIMPULAN :

Sesuai dengan beberpa uraian diatas maka dapat kami simpulkan bahwa dalam plaksanaan syariat islam ternyata bisa di laksanakan oleh seorang muslim / mukallaf kapan saja dan di mana saja , yakni dengan memberikan jalan untuk menghindari kesukaran dengan mengadakan pengecualian hukum dengan memperhatikan tabiat manusia dan kemampuan manuasia untuk memikul hukum .Meskipun pada asalnya hukum itu umum sifatnya , yaitu tidak melihat kepada sesuatu keadaaan tertentu atau seseorang tertentu . Haya saja kadang – kadang dalam pelaksanaannya menimbulkan kesukaran .

Namun dalam pengaplikasian hukumnya , hukum – hukum Islam itu dilaksanakana sesuai dengan kaidah – kaidah dan ketentuan - ketentuan tertentu tidak asal – asalan , makanya didalam menetapkan keringanan keringanan hukumnya ada beberapa macam di antaranya : Keringanan yang dapat melepaskan kewajiban seperti: terhapusnya kewajiban mendirikan sembnahyang dan jihad karena ada uzur Keringanan yang bersifat mengurangi perbuatan – perbuatan dalam ibadah dari perbuatan – perbuatan yang biasa seperti: sembahyang qashar.Keringanan dengan cara mengganti derngan yang lainnya umpamanya dalam penggantian wudhu dan mandi wajib dengan tayammum, Keringanan dengan cara dimajukan dari waktu yang semestinya umpamanya dalam sembahyang jamak taqdim, mendahulukan zakat dari haulnya, membayar zakat fitrah pada awal bulan ramadhon , membayar kafarah dosa..Keringanan dengan cara menundanya dari waktu yang telah ditetapkan seperti sembahnyang jamak ta’hir , penunda puasa romadhon bagi orang yang sakit .Keringanan rukhsah seperti sembahyangnya orang yang beristinja’ dan memakan najis seabgai obat . dan sebagainya .

Kita harus ingat sebagai generasi penerus bahwa kaidah ini di maksudkan agar syariat Islam dapat dilaksanakan oleh mukallaf kapan dan di mana saja , yakni dengan memberitahukan kelonggaran atau keringanan disaat seseorang hamba mejumpai kesukaran dan kesempitan.

DAFTAR PUSTAKA.

1. Imam musbikin qawaid al-fiqhiyah PT. Raja grafindo persada Jakarta cet. I mei 2001;

2. Al qur’an dan terjemahannya jus II hal.

3. Jalaluddin , Abdurraahman , As .Lima qaidah pokok dalam fikih mazhab syafi’ I PT. bina ilmu Surabaya 1986 :

4. , Esensi Pemikiran Mujtahid,, Forum kajian ilmiyah Purna siswa 2003 , Ponpes Hidayatul Mubtadiin Leboyo Kediri



[1] Imam musbikin qawaid al-fiqhiyah PT. Raja grafindo persada Jakarta cet. I mei 2001; 83

[2] Ibid Imam Musbihin . 84

[3] Ibid imam musbikin hal. 83

[4] Al qur’an dan terjemahannya jus II hal. 45

[5] Jalaluddin , Abdurraahman , As .Lima qaidah pokok dalam fikih mazhab syafi’ I PT. bina ilmu Surabaya 1986 :140

[6] Forum kajian ilmiyah Purna siswa 2003 , Ponpes Hidayatul Mubtadiin Leboyo Kediri , Esensi Pemikiran Mujtahid,, hal 223

[7] Ibid imam musbikin hal. 88

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

mohon ... klo udah baca posting kami, jangan lupaaaaaaaaaaaa kasi komentar yaaa .... n saran konstruktif ....................


thanks yaa atas komentar kaliaaannnnnnnnnnnnnnn !!!!!