"الله جميل يحبّ الجمال"

Allah Itu Indah, Mencintai Keindahan

Minggu, 25 Juli 2010

Hukum Adat Talak Serambi Jambi

Hukum Adat Talak Serambi Jambi

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Mengenai sanksi pelanggaran tebus talak tidak ada ketentuan banyak atau sedikit, dalam hal ini menurut prosedur yang sebenarnya adalah menurut kehendak suaminya, berapa yang dipinta suami itulah yang diikuti. Bila kita bayangkan sejenak merasa berat untuk dituturkan dengan kata-kata, sukar dilukiskan dengan pena, cobalah pikirkan mungkinkah ada manusia yang suka melelang dan menjual nyawanya sendiri dengan kesadaran, ini tidak mungkin. Sebagai seorang yang mempunyai perasaan yang bai, memelihara diri itu adalah wajib, kendatipun untung tak dapat diraih, malang tak dapat di tolak.

Hukum waris dilakukan bila seseorang meninggal dunia dan ia meninggalkan warisan atau harta pusaka baik berupa tanah, uang ataupun barang-barang berharga lainnya yang akan diwariskan kepada ahli warisnya. Biasanya pembagian harta warisan telah dilakukan sebelum yang mewariskan meninggal dunia atau telah diwariskan melalui surat ataupun lisan. Dan juga biasanya setelah yang mewariskan meninggal dunia barilah para ahli waris mengadakan musyawarah untuk membagi harta pusaka yang pusaka yang ditinggalkan oleh yang menin ggal dunia.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Hukum Adat Talak Serambi Jambi

2. Kaibur dan Gawal

3. Terhiruk Tergempar Dan Terkejar Terlelah

4. Hukum Waris


BAB II

PEMBAHASAN

A. Hukum Adat Talak Serambi Jambi

1. Pengertian Tebus Talak :

Tebus talak adalah suatu sanksi hukum, seseorang laki-laki yang memisahkan atau berbuat serong dengan isteri orang lain yaitu yang berkenaan dengan perkawinan (berzinah) baik sama-sama setuju ataupun dengan perkosaan. Jika perbuatan terlarang itu dilakukan sama-sama suka sanksinya dibebankan kepada kedua belah pihak dengan membayar perceraian itu kepada sang suaminya dan mereka yang berzinah tadi dinikahkan setelah lepas adat yang berlaku, tetapi apabila sang isteri di perkosa dengan paksaan, sanksinya dibebankan di atas pundak laki-laki untuk membayar tebus talak kepada suaminya. Bagi laki-laki yang memperkosa isteri orang hanya sekedar mengabaikan saja (tak sampai berzinah), maka hukumannya hanya seperdua tebus talak.

2. Hukum Adat Talak

Mengenai sanksi pelanggaran tebus talak tidak ada ketentuan banyak atau sedikit, dalam hal ini menurut prosedur yang sebenarnya adalah menurut kehendak suaminya, berapa yang dipinta suami itulah yang diikuti. Bila kita bayangkan sejenak merasa berat untuk dituturkan dengan kata-kata, sukar dilukiskan dengan pena, cobalah pikirkan mungkinkah ada manusia yang suka melelang dan menjual nyawanya sendiri dengan kesadaran, ini tidak mungkin. Sebagai seorang yang mempunyai perasaan yang bai, memelihara diri itu adalah wajib, kendatipun untung tak dapat diraih, malang tak dapat di tolak. Dalam hal ini untuk menjaga keseimbangan, maka pemangku adat hendaklah berinisiatif, menimbang, mengingat dan memutuskan berdasarkan alur dan patut melihat situasi dan kondisi. Sebagaimana dalam adat tentang mahar (mas kawin) adalah diserahkan kepada perempuan, dialah yang berhak memutuskannya. Kalau menurut adat yang telah biasa dipakai adalah dua ekor kambing, selemak semanis buatmencuci kampung dan dimakan bersama serta do'a selamat dan tolak balak dengan harapan semoga kejadian ini tidak terulang lagi dalam masyarakat.

B. Kaibur dan Gawal :

Yang dimaksud dengan kaibur dan gawal adalah seorang laki-laki dan perempuan melakukan pergaulan bebas dikalangan masyrakat yang ditemukan oleh warga perempuan dengan fakta nyata (tidak berzinah), dapat diselesaikan dengan dua jalan :

Pertama :

Dinikahkan, bila sama-sama setuju dengan adat berganda yaitu dua kali lipat dari ketentuan adat yang dipakai. Atau boleh juga ditunagkan antara mereka dikarenakan sesuatu hal, misalnya masih dalam status pelajar atau masuh sekolah. Hal ini bukanlah berarti melemhkan adat, malah memberikan kesempatan kepada calon suami isteri itu untuk menambah daya guna/ketahanan mental dalam menunjang pembangunan manusia seutuhnya. Untuk menjamin kelangsungan hidup mereka demi tercapainya mahligai bahagia, maka pihak laki-laki diharuskan mengisi adat pertunangan dan lembago (seperdua dari adat perkawinan) setempat jika diperlukan oleh waris perempuan. Sedangkan denda kampung, sama-sama dipikul oleh pihak laki-laki dan perempuan, yaitu seekor kambing dan selemak semanisnya. Denda tersebut sudah lebih dahulu dibayar kepada pemangku adat. Mengenai sanksi pelanggaran pertunangan, jika salah perempuan, maka barang lelaki yang diberikan kepadanya dalam masa pertunangan satu kembali dua, jika salah lelaki barang yang diberikan hilang saja.

Kedua :

Pihak lelaki tidak ditungkan dengan syarat, perempuan tidak mau kawin, tetapi apabila sebaliknya lelaki tidak mau kawin maka lelaki itu dibebankan atasnya lembago yaitu membayar kesalahan, seper dua dari adat. Jadi istilahnya adalah membeli daging tak dapat dimakan.

C. Terhiruk tergempar dan terkejar terlelah :

Jika lelaki dan perempuan melakukan pergaulan bebas yang ditemukan oleh masyarakat selain dari pada waris mereka, pada tempat-tempat tertentu dan tidak ada bukti, akan tetapi digemparkan oleh orang yang menemukan tadi dalam masyarakat, sedangkan warisnya tidak senang (malu), maka peristiwa ini dihadapkan kepad pemangku adat setempat. Bila ternyata ada alasan yang tepat, sanksi pelanggarannya sama seperti kaibur dan gawal, sebaliknya apabila yang bersangkutan (laki-laki dan perenpuan) tidak mengaku, maka yang membuat fitnah atau yang menggemparkan peristiwa itu dikenakan sanksi hukum yaitu seperdua dari adat perkawinan dengan : sirih bergagang, pinang bertingkil kepada pihak yang difitnah dengan upacara tertentu.

Di dalam fatwa adat menyebutkan "Mendung di hulu tanda akan hujan, terang di langit tanda akan panas", fatwa ini jelas menunjukkan bahwa segala sesuatu itu ada ciri-ciri khas, tetapi ciri-ciri tersebut merupakan statis dan dinamis, ada kalahnya berubah, kenyataan gelap bukanlah seterusnya hujan, begitu juga terang bukanlah berarti mesti panas. Dalam hal ini dapat kita lihat sendiri bukti kenyataannya yaitu dalam panas ada hujan, sebaliknya dalam hujan, ada panas (hujan panas). Karena itu dalam suatu peristiwa baru boleh kita kemukakan dengan syarat ada tanggung jawab. Kalau tidak berbunyilah pepatah: "Mulutmu harimaumu yang akan menerkam kepalamu, burung sialu-alu balik petang, mulut terlalu menjadi utang".

Disamping itu di dalam adat juga memberikan imbalan kepada suatu peristiwa dengan tiga macam yaitu :

1 Sambut utang, maksudnya apabila seseorang melakukan pelanggaran adat, diambil saja fakta-fakta atau buktinya, kemudian diajukan kepada pemangku adat setempat untuk mencari penyelesaiannya.

2 Sambut bunuh, maksudnya yang juga melanggar adat dengan fakta-fakta nyata,lantas orang tersebut dibunuh, maka sipelanggar yang dibunuh itu tidak bisa dikenakan sanksi hukum lagi, malah kalau perlu pihak yang membahayakan dituntut bila tidak sewajarnya, "Utang sudah diayar piutang sudah diterimah", tak mungkin pisang berbuah dia kali

3 Sambut baik, maksudnya seseorang telah terdorong kepada pelanggaran adat, maka pihak yang berwenang atau yang bersangkutan tidak mengambil tindakan keras, tetapi cukup dengan memberikan pengarahan, nasehat dan memaafkan kepada yang bersalah. Denga demikian jelaslah, bahwa adat itu menghendaki pemeluknya yang berdisiplin, tanggung jawab, tenggangrasa, berhati-hati dan cermat dalam segala bidang, sesuai dengan peribahasa adat : "tertumbuk biduk di kelokan, tertumbuk kata difikirkan, beringat sebelum kena, berhemat sebelum habis, pandangan jauh dilayangkan pandangan dekat ditukikkan".

D. Hukum Waris

Hukum waris tidak sama dengan ketentuan hukum maupun peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hukum waris merupakan hukum yang sudah mendarah daging di dalam masyarakat dan boleh dikatakan merupakan hukum yang asli yang sudah ada di dalam masyarakat.

Hukum waris dilakukan bila seseorang meninggal dunia dan ia meninggalkan warisan atau harta pusaka baik berupa tanah, uang ataupun barang-barang berharga lainnya yang akan diwariskan kepada ahli warisnya. Biasanya pembagian harta warisan telah dilakukan sebelum yang mewariskan meninggal dunia atau telah diwariskan melalui surat ataupun lisan. Dan juga biasanya setelah yang mewariskan meninggal dunia barilah para ahli waris mengadakan musyawarah untuk membagi harta pusaka yang pusaka yang ditinggalkan oleh yang menin ggal dunia.

Untuk di Kabupaten Tanjung Jabung Barat bahwa dalam pembagian harta pusaka atau pembagian warisan berlaku 2 ketentuan yaitu : pertama menurut ketentuan adat, dimana menurut ketentuan adat bahwa pembagian harta pusaka atau warisan dapat dibagi diantara ahli-ahli waris dengan tidak membedakan antara anak laki-laki dan anak perempuan. Kedua menurut ketentuan agama Islam (Para'id) dimana menurut ketentuan agama Islam (pembagian menurut Para'id) bahwa pembagian harta pusaka atau harta warisan dapat dibagikan kepada ahli waris dengan adanya perbedaan pembagian antara anak laki-laki dengan anak perempuan, dimana dalam pembagiannya untuk anak laki-laki lebih besar dari pada untuk anak perempuan

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Tebus talak adalah suatu sanksi hukum, seseorang laki-laki yang memisahkan atau berbuat serong dengan isteri orang lain yaitu yang berkenaan dengan perkawinan (berzinah) baik sama-sama setuju ataupun dengan perkosaan. Mengenai sanksi pelanggaran tebus talak tidak ada ketentuan banyak atau sedikit, dalam hal ini menurut prosedur yang sebenarnya adalah menurut kehendak suaminya, berapa yang dipinta suami itulah yang diikuti. Yang dimaksud dengan kaibur dan gawal adalah seorang laki-laki dan perempuan melakukan pergaulan bebas dikalangan masyrakat yang ditemukan oleh warga perempuan dengan fakta nyata.

B. SARAN-SARAN

Mengenai sanksi pelanggaran tebus talak tidak ada ketentuan banyak atau sedikit, dalam hal ini menurut prosedur yang sebenarnya adalah menurut kehendak suaminya, berapa yang dipinta suami itulah yang diikuti. Bila kita bayangkan sejenak merasa berat untuk dituturkan dengan kata-kata, sukar dilukiskan dengan pena, cobalah pikirkan mungkinkah ada manusia yang suka melelang dan menjual nyawanya sendiri dengan kesadaran, ini tidak mungkin. Sebagai seorang yang mempunyai perasaan yang bai, memelihara diri itu adalah wajib, kendatipun untung tak dapat diraih, malang tak dapat di tolak. Dalam hal ini untuk menjaga keseimbangan, maka pemangku adat hendaklah berinisiatif, menimbang, mengingat dan memutuskan berdasarkan alur dan patut melihat situasi dan kondisi. Sebagaimana dalam adat tentang mahar (mas kawin) adalah diserahkan kepada perempuan, dialah yang berhak memutuskannya. Kalau menurut adat yang telah biasa dipakai adalah dua ekor kambing, selemak semanis buatmencuci kampung dan dimakan bersama serta do'a selamat dan tolak balak dengan harapan semoga kejadian ini tidak terulang lagi dalam masyarakat.


DAFTAR PUSTAKA

Soerjono Soekanto, Hukum Adat Indonesia, citra niaga buku perguruan tinggi Jakarta.

Tarsito, bandung, Pengantar Hukum Adat Indonesia, edisi ke dua

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

mohon ... klo udah baca posting kami, jangan lupaaaaaaaaaaaa kasi komentar yaaa .... n saran konstruktif ....................


thanks yaa atas komentar kaliaaannnnnnnnnnnnnnn !!!!!